Senin, Maret 08, 2010

George Tak Salah Berantas Korupsi

Sigit Kurniawan - Jakarta

Buku "Membongkar Gurita Cikeas" (MGC)  masih menyisakan tanda tanya dan kontroversi. Hilangnya buku dari peredaran masih belum menemukan alasan yang jelas. Sementara, kecaman dan tudingan sumir dilontarkan kepada George Junus Aditjondro (GJA) selaku penulis buku, dari tudingan melakukan fitnah, pencemaran nama baik, dan cari sensasi, sampai predikat buku sampah lantaran karya itu dituduh tidak ilmiah.



 

Buku-buku tandingan yang dirilis di tengah kontroversi pun belum menjawab apa yang diprihatinkan George dalam MGC. Tidak ada fakta baru yang mencoba menyangkal tulisan George. Termasuk yang ditulis Setiyardi—mantan wartawan Tempo dengan judul “Hanya Fitnah & Cari Sensasi, George Revisi Buku.” Dalam pengakuannya, Setiyardi justru menilai bukunya sekadar resensi dan bersifat abal-abal saja.
 
Dalam carut marutnya kasus MGC, Jogja Bangkit Publisher—Galangpress Group merilis buku teranyarnya berjudul “Salahkah George Berantas Korupsi?” Buku setebal 160 halaman ini merupakan karya patungan tiga penulis, yakni Nurjannah Intan, Sigit Suryanto, dan Yuni Dasusiwi. Ketiganya dari tim editor Galangpress. Buku ini hadir untuk menjawab keingintahuan masyarakat pada carut-marutnya korupsi di Indonesia dan seputar buku kontroversial itu.

Buku bersampul wajah George ini  berisi kilas balik bagaimana George menulis buku ''Membongkar Gurita Cikeas'' dan silang pendapat setelah buku itu terbit. Buku itu juga berisi wawancara dengan GJA seputar komitmennya membongkar korupsi kepresidenan, metodologi penelitiannya, dan dilengkapi dengan lampiran-lampiran pendukung. 

Dengan rendah hati, kita akui nyaris tak ada—selain GJA— seorang intelektual dan peneliti yang berani menguak korupsi di ranah tabu, seperti militer, Timor Leste, dan orang nomer satu di negeri ini. George pun bukanlah orang baru yang melontarkan kritik korupsi kepresidenan dan hanya cari sensasi seperti yang dituduhkan belakangan ini.  

Buku ini mempertegas siapa sejatinya George. Mantan wartawan Tempo (1969-1979) yang lahir di Pekalongan tahun 1946 ini dikenal sebagai aktivis lingkungan yang cukup berpengaruh. Ia pun menekuni penelitian seputar sosiologi korupsi di negeri ini. Saking cintanya pada pembongkaran korupsi sistemik yang melibatkan kalangan kepresidenan, George memosisikan dirinya sebagai presidential watch—layaknya corruption watch, policy watch, maupun parliamentary watch.

Hasil risetnya ia tuangkan dalam seri bukunya.  Sebut saja “Kembar Siam Penguasa Politik dan Ekonomi Indonesia. LSSP: 2002”, “Dari Soeharto ke Habibie: Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari: Kedua Puncak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Rezim Orde Baru. MIK: 2003”, “Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa. LKis, 2006.” Terakhir adalah buku MGC yang hangat digunjingkan ini. Seluruh Ringkasan karya-karya itu juga disajikan dalam buku ini dalam bookografi George (hlm. 139-155). Semua ia kerjakan secara independen.
 
Dikecam, diancam, maupun dicap sebagai tidak Indonesianis atau anti-Pancasila pun sudah menjadi santapannya sejak lama. Hasil riset tentang kekayaan dinasti Soeharto, misalnya, memaksa George mempertaruhkan kebebasannya. George dan keluarga pun pergi ke Australia untuk menghindari rezim represif itu. Namanya bukan George kalau tidak berhenti melawan dengan penelitiannya seputar korupsi kepresidenan. Bahkan, ia berani mengembalikan penghargaan Kalpataru kepada Presiden Soeharto saat mengetahui Bob Hasan dinominasikan sebagai penerima penghargaan itu padahal ia dikenal sebagai perusak hutan di Kalimantan. Konsistensinya pada penegakkan HAM telah mendekatkan dirinya dengan tokoh-tokoh prodemokrasi, seperti Mangunwijaya, Arief Budiman, dan Gus Dur.

Korupsi Sistemik

Buku yang terdiri dari tiga bab utama ini ingin mempertanggungjawabkan mengapa George memakai kata “Gurita” dan memunculkan kasus Bank Century sebagai subtitle buku MGC. George ingin memelekkan kesadaran masyarakat bahwa kasus korupsi yang saat ini terjadi bukanlah kasus sederhana. Korupsi muncul karena ada sistem sedemikian rupa yang dibentuknya dan susah dibongkar (sistemik).  Sebab itu, wacana Bank Century membuka mata bahwa jabatan ganda dalam pemerintahan, parpol, maupun bisnis sangat rentan dengan praktik KKN (hlm. 13). Kita bisa bandingkan dengan jaring-jaring gurita di buku MGC di mana beberapa orang di kabinet SBY juga mempunyai jabatan rangkap dan punya relasi dengan yayasan atau lembaga yang dikemudikan oleh keluarga SBY dan kroninya. Ini sangat kontradiktif dengan seruan lantang SBY “Katakan Tidak untuk Korupsi.”
 
George berkali-kali menegaskan bahwa korupsi yang terjadi disebabkan oleh sistem oligarki yang sudah menancap kuat. Oligarki sendiri merupakan bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Ia memakai kerangka oligarki karena saat itu orang sibuk berdiskusi masalah korupsi saja. Padahal, kolusi dan nepotisme pun bagian dari korupsi.  Dengan membedah jaringan oligarki ini, George seolah ingin memberikan peta agar pemberantasan korupsi tepat sasaran dan efektif.

Metode Grounded Research

Buku ini juga mau menjawab tudingan pada MGC sebagai tidak ilmiah, sekadar kliping, bahkan sampah. Metode ini pun jadi bahan diskusi intensif di kalangan akademisi. Prof. Tjipta Lesmana, misalnya, menuding metode George tidak sesuai dengan prosedur standar keilmuan dan cenderung menyudutkan nama-nama besar. Ia saking merasa diri paling benar sempat-sempatnya menaruh dompet sebagai taruhan ketika diwawancarai stasiun televisi swasta—sebuah tindakan yang dikecam oleh kalangan akademisi lain sebagai tak mencerminkan sosok intelektual. Ramainya mempergunjingkan metode ini cenderung membuat substansi korupsi dalam MGC terpinggirkan.  

George, dalam buku ini,  memaparkan salah satu teori yang ia gunakan dalam menyusun MGC dan buku-buku korupsi kepresidenan lainnya adalah grounded research—sebuah teori penelitian yang dipopulerkan oleh Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss. “Perlu dipahami, seorang peneliti bisa mencari data empiris berupa data primer atau sekunder. Setelah data itu terkumpul, peneliti bisa menganalisis dan mencari hubungannya. Saya mengumpulkan data dan memilah-milahnya berdasarkan kategori,” kata George (hlm. 84).

Kalau kita baca buku-buku George yang lain, kita akan tahu George sebagai seorang peneliti yang telaten. Kliping hanyalah salah satu kegiatan ilmiahnya untuk mengumpulkan data. George, dalam paparannya tentang teknik-teknik investigasi korupsi, menegaskan ada banyak cara mengendus jaringan korupsi. Menggali selengkap mungkin silsilah keluarga para pejabat negara sangat dibutuhkan. Termasuk menggali nama-nama perusahaan dan yayasan yang berkaitan pejabat publik melalui iklan duka cita/suka cita di media cetak. Buku telepon, internet, para broker, para pemain olahraga yang sering jadi tameng sindikat bisnis, akte notaris, dan sebagainya juga jadi syarat utama. Termasuk menggunakan para whistleblowers (orang dalam) yang selama ini ia sembunyikan namanya (bdk. George, 2002).

Akhirnya, buku ini seperti mau memberi pesan bahwa memberantas korupsi itu hak dari setiap warga negara—salah satunya George Junus Aditjondro. Setiap warga negara berhak menelisik dan menjadi ‘polisi’ untuk mengawal kinerja pejabat yang telah disumpah mengemban amanat rakyat itu. Rakyat berhak mendapatkan kembali uang, kekayaan, dan hak-hak yang telah dicuri maupun dirampas oleh mereka yang punya kuasa. Oleh karena itu, segala upaya pemberantasan korupsi ini layak didukung sekuat tenaga. “Perjuangan tidak boleh dalam satu helaan nafas. Setiap orang harus bernafas panjang untuk melakukan perjuangan yang berat,” tandas George.

George dihadapkan pada gurita korupsi bagaikan David melawan Goliath. Sebab itu, selain dibutuhkan cara jitu, korupsi harus diperangi secara bersama-sama. Mengutip apa yang dikotbahkan Uskup Agung Dom Helder da Camara: “Ketika satu orang bermimpi, maka hal itu akan tinggal sepotong mimpi semata. Tapi, ketika kita bersama-sama bermimpi dan mewujudkannya, hal itu akan menjadi kenyataan.”

George pun tak salah berantas korupsi.






*) sumber: blog personalku http://katakataku.com

Mencontek dan Dicontek

Kinanthi - Jakarta 
Apa yang Anda rasakan ketika Anda tahu seseorang mencontek ‘sesuatu’ milik Anda? Mulai dari hal kecil dari gaya bicara, gaya berpakaian, gaya berdandan, sampai ke urusan yang lebih berat seperti menjiplak opini Anda, ide-ide Anda, dan tentunya karya-karya Anda, termasuk didalamnya karya ilmiah atau skripsi atau tesis. Kesal, jengkel, merasa tak dihargai, menganggap orang itu munafik, dan lain sebagainya. Segala perasaan itu pernah saya rasakan juga, ketika Tugas Akhir (skripsi) saya, sebagian isinya dicomot tanpa ijin oleh mahasiswa lain tapi satu pembimbing dengan saya.



Saya tidak memperkarakan penjiplakan tersebut lebih jauh, saya hanya menuntut mahasiswa tersebut untuk mencantumkan dalam Tugas Akhirnya bahwa dua belas halaman didalamnya bersumber dari Tugas Akhir saya. Alasan saya tidak memperkarakannya lebih karena pembimbing saya, karena beliau pasti akan kena sanksi. Tugas Akhir saya sudah disidangkan lebih dulu dan bukunya sudah mejeng rapi di ruang beliau dan tinggal menunggu finalisasi administrasi bertengger di perpustakaan jurusan. Seharusnya, pembimbing saya tersebut sudah membaca Tugas Akhir saya hingga tamat, seharusnya ketika beliau menguji mahasiwa penjiplak tersebut beliau tahu bahwa itu bukan murni pekerjaannya. Jarak saya dan mahasiswa penjiplak sidang tidak lebih dari dua minggu. Beliau hafal luar kepala apa yang sedang saya kerjakan, apa yang si mahasiswa penjiplak kerjakan. Ya, beliau sedikit teledor, beliau mengakui itu. Diantara isaknya beliau meminta maaf, dan saya orang yang mudah terkalahkan oleh air mata.

Yang membuat saya kesal tentu mahasiswa tersebut. Ketika dia dipanggil oleh pembimbing, disitu ada saya, dia beralasan bahwa Tugas Akhir saya belum terbit ketika dia mengambil isinya. Padahal, dalam dunia akademik, sudah biasa seseorang menuliskan referensi judul buku dengan status akan terbit.
Mahasiswa tersebut terkenal pintar, santun, dan agamis, nyatanya? Saya ingat bagaimana dia merengek pada saya untuk meminjam Tugas Akhir saya sampai mau menjemputnya di kontrakan saya. Padahal, dalam keseharian, mana mau dia bertegur sapa dengan saya yang bagi komunitasnya bukan muslimah yang baik. Saya sebenarnya sudah punya firasat bahwa ada sesuatu yang tidak beres ketika dia meminta ijin untuk meminjam. Mengapa kepada saya yang dia tahu bahwa nilai-nilai saya jauh sekali dibawah dia? Semua orang di jurusan saya sepakat bahwa saya bukan mahasiswi yang pintar. Saya terlalu biasa dan bisa dibilang termasuk pemalas. Tapi, dikejar-kejar dan didesak oleh mahasiwa tersebut membuat saya kasihan juga. Dan saya meminjamkannya. Dan firasat saya benar, dia mencontek kerja keras saya. Dan dengan entengnya dia menganggap itu bukan pelanggaran karena Tugas Akhir saya belum terbit ketika dia mengambil isinya untuk diklaim sebagai buah pikirannya.

Sempat saya didera rasa benci yang demikian hebat padanya. Dimanakah hatinya saat itu? Saya melihat dia seperti makhluk buas yang berkedok sebagai kucing ramah dan manja yang disayang siapa saja. Ah, menyakitkan sekali.

Saya jelaskan padanya, bahwa untuk bisa mengerjakan dua belas halaman yang dia contek tersebut, ada sebuah diktat yang harus dibaca dan dijadikan referensi rumus-rumusnya. Diktat tersebut hanya tersedia satu di perpustakaan dan sampai detik itu ada pada saya. Dengan gagahnya dia mencantumkan buku tersebut sebagai referensi. Saya jelaskan pula, ketika saya membuat pembuktian untuk Tugas Akhir saya, saya banyak memakai simbol-simbol yang saya buat sendiri, dan itu tak akan dia temui di diktat-diktat referensi. Dia hanya terdiam, wajahnya memerah. Saya tahu dia sudah tidak bisa mengelak lagi. Kesombongan apalagi yang bisa dia pakai sebagai tameng? Dia memang pintar, tetapi dia tidak cukup pintar untuk mengelola ambisinya sehingga memakai cara-cara kotor demi mendapat predikat cum laud.

Anehnya lagi, dia tetap berjuang agar saya diam, agar dia tetap bisa cum laud. Dia memohon pada saya dengan alasan orang tuanya. Dia ingin saya menyimpan rapat kasus tersebut juga dengan alasan posisi dia sebagai ketua sebuah komunitas keagamaan. Saya katakan padanya saat itu untuk tidak khawatir, dia tak perlu membuat ibunya menangis. Jauh didasar hati saya, rasanya saya ingin menonjok mukanya yang sok alim. Saya memang tak memperpanjang perkara, lebih karena saya tak ingin pembimbing saya yang harus ikut terkena sanksi. Setelah kanker rahim beliau, saya tak ingin kasus ini semakin memperburuk kondisi kesehatannya. Saya yakin beliau pun pasti akan belajar dari kasus tersebut, beliau pasti akan lebih berhati-hati.

Penjiplakan, penyontekan, memang hal yang umum di dunia pendidikan kita. Mulai dari yang diajar hingga ke pengajarnya, siapa yang bisa menyangkal kasus-kaus tersebut tak pernah terjadi? Masih ingat kasus PNS-PNS di Riau yang ketahuan mencontek penelitian-penelitiannya dalam usaha untuk naik jabatan? Atau kasus seorang profesor kesayangan di sebuah universitas swasta terkenal di Bandung?

Kita pun pasti tahu bahwa membayar orang lain untuk mengerjakan skripsi maupun tesis adalah hal yang lumrah pada banyak orang. Begitu mudah kita jumpai iklan-iklannya di media cetak maupun di situs-situs. Belum lagi, begitu mudahnya sekarang mengakses hasil-hasil penelitian maupun hasil tulisan orang lain lewat internet, bisa dijadikan bahan menulis tanpa harus bersusah payah menggunakan otak sendiri. Khusus untuk skripsi maupun tesis di hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia pun, ada orang-orang yang menjualnya dalam bentuk CD untuk memudahkan pengiriman. Berdasarkan pada artikel yang pernah saya baca, para penjual tersebut biasanya berstatus mahasiswa sehingga mereka mudah mengakses perpustakaan kampus. Skripsi atau tesis biasanya selalu ada di perpustakaan kampus dan boleh dipinjam. Mudah buat para pelaku ini untuk meminjamnya lantas membuat salinannya.

Salah siapa? Salahkan Depdiknas yang membuat kurikulum perkuliahan terasa berat? Salahkan para dosen yang tidak membimbing sekaligus mengawasi sampai ke detail bahan-bahan referensi skripsi maupun tesis? Salahkan para mahasiswa yang malas namun ingin mendapat nilai baik dan IPK berkepala tiga? Salahkan para oknum yang memberi kesempatan para mahasiswa berbuat tidak jujur? Salahkan orang tua yang selalu menuntut anak bernilai baik agar diakui pintar dan mudah mendapat pekerjaan? Salahkan globalisasi yang membuat persaingan dunia kerja semakin membuat orang menghalalkan segala cara? Salahkan para ulama yang tak mampu menyentuh hati terdalam umatnya? Ah, akan semakin panjang saja daftar mereka yang patut dipersalahkan.

Sepanjang yang saya ingat, kawan-kawan di kampus saya terbiasa mencontek dalam mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, bila soalnya sama untuk satu kelas. Namun, saya jarang mendapati mereka mencontek Tugas Akhir mahasiswa lain. Kalau melanjutkan banyak, atau topik sama namun pendekatan analisanya berbeda. Saya baru tahu kasusnya ya pada mahasiswa yang menjiplak Tugas Akhir saya tersebut. Jadi, saya tidak berani mengambil kesimpulan secara umum bahwa kebiasaan mencontek waktu ulangan maupun mengerjakan PR akan menyebabkan pelaku menjadi plagiator untuk skripsi maupun tesis.

Saya sendiri, saya mengakui saya pernah mencontek ketika mengerjakan PR. Saya ingat sekali waktu itu saya pun diambang putus asa untuk sebuah mata kuliah yang berkali-kali saya dapat E. Hahahaha, biarlah, ketahuan saya memang bego wakakakaka. Untuk menyelamatkan periode sarjana muda saya, minimal saya harus mencapai nilai D untuk mata kuliah wajib tersebut. Jadilah, sang dosen baik hati mata kuliah tersebut memberi saya beberapa soal tambahan untuk saya kerjakan. Karena soal-soal tersebut membuat rambut saya rontok dengan suksesnya, saya ikhlas menerima bantuan, dari sang Guru, yang pernah saya ceritakan di kokilove dulu. Dia menunjukkan pada saya cara-cara menyelesaikannya. Bahkan, ketika ada yang setelah diberitahu cara-caranya pun saya masih kebingungan dan memilih masa bodoh, dia dengan kalemnya mempresentasikan di papan tulis apa yang dia maksudkan. Dan saya tinggal menyalinnya.

Kalau jaman SMA, saya pernah dilempari jawaban ulangan Biologi oleh pacar saya yang sengaja tempat duduknya tidak jauh dari saya. Karena dia tahu saya benci Biologi dan saya tidak pernah bersungguh-sungguh belajar. Meski dia tahu saya mendapat nilai enam pun tak masalah, tetap saja dia mengirimkan contekan. Katanya, dia yang malu kalau nilai saya jelek, hihihi. Kalau SD samapi SMP, saya murni anak baik dan tidak mencontek. Makin besar memang godaan setan itu semakin berat untuk dilawan, maaf sedikit pembelaan hahaha.

Belajar dari kasus Tugas Akhir saya yang dicontek sebagian isinya dan ternyata itu sangat menyakitkan dan menyesakkan dada, di dunia kerja saya berusaha untuk tidak menjiplak atau mengklaim milik orang lain sebagai buah karya saya. Saya tidak memusingkan Self Appraisal tahunan yang biasanya menjadi tolok ukur kemajuan karir seseorang. Banyak teman kantor yang saling mengklaim hasil kerjanya sebagai hanya milik mereka. Dan, banyak yang menimpakan kesalahan mereka pada orang lain lagi. Istilahnya, selamatkan pantat masing-masing.

Mungkin, saya memang sudah lelah dengan dunia kompetisi, saya lebih memilih mensyukuri apa yang sudah diperoleh dan menjaganya. Untuk beberapa mimpi saya yang belum terwujud pun, saya masih melakoninya dengan pelan-pelan asal selamat. Bukan saya tidak memotivasi diri, saya hanya takut bahwa saya tak mampu mengendalikan mimpi dan harapan saya sendiri sehingga menggiring saya pada hal-hal negatif yang justru merusak ketenangan hati dan pikiran. Saya selalu menekankan pada diri saya sendiri, mau cari apa tho hidup ini, kalau bukan ketenangan dan kebahagiaan. Dan, buat saya, ketenangan dan kebahagiaan itu ada pada diri sendiri, ada pada hati masing-masing. Otak dan hati kita sendiri yang menciptakannya.

Terima kasih untuk yang berkenan membaca dan tidak menjadi sakit hati karenanya. Kalau ada yang sedikit saja ‘merasa’ tak suka, mohon dimaafkan.

Salam,
Kinanthi

Duh Gusti ...

Isa Alïmusa – Amsterdam
*) Muslim di Malaysia keberatan pemeluk Kristiani menggunakan sebutan Allah. Tapi, bukankah Tuhan itu esa? Kata apa yang lebih patut?

Dengan khidmat seorang pastur berjalan menuju altar Gereja Santo Bavo di Haarlem, Belanda. Deretan jendela dihiasi kaca patri memantulkan sinar matahari lembut di akhir musim dingin. Di belakang altar, pipa-pipa orgel buatan Müller berdiri gagah sejak 1738. Pater Hayon Klemer memulai kebaktian dalam bahasa Indonesia, “Kepada Allah Yang Mahakuasa dan semoga Allah Yang Mahakuasa melindungi kita semua.”
 
Buat sebagian besar orang Belanda, kata Allah terdengar janggal di lingkungan gereja Katholik. Di Belanda, Allah identik dengan sebutan Tuhan yang dipakai oleh pemeluk Islam. Namun, tak ada yang naik pitam. Pendatang muslim asal Maroko dan Turki di Belanda pun nihil yang berang. Misa itu adalah perayaan lima tahun Paroki Migran Indonesia. Jemaatnya aktif dan tersebar di 11 kota besar, mulai dari Den Haag hingga Amersfoort. Sudah berabad-abad, kosa kata Arab Allah ‘dipinjam’ dalam Injil maupun Al Quran di Indonesia – tanpa protes ricuh ataupun debat theologi mengenai siapa yang lebih pantas menggunakan kata tersebut.



Lain dengan Malaysia, Januari silam pemerintah setempat melarang penganut Kristen menggunakan kata Allah karena menyinggung umat muslim. Namun, pengadilan tinggi Malaysia sebaliknya justru mengizinkan. Pater Lawrence Andrew, penerbit koran Katholik berpengaruh di Malaysia The Herald, menyatakan hormat terhadap otoritas setempat, tapi lebih berpegang pada putusan pengadilan tinggi. Tak disangka, ucapan pater Andrew menjadi minyak di atas api – Kuala Lumpur kisruh, gereja-gereja dibakar dan pemuda muslim menggelar aksi seusai shalat Jumat.

Mengapa kerusuhan justru terjadi di Malaysia (28 juta penduduk, 9% Kristen) dan bukan di Indonesia (240 juta penduduk, 10% Kristen)? Menurut Alle Hoekema, theolog di Vrije Universiteit Amsterdam, penyebabnya adalah kesenjangan sosial. “Umat Nasrani di Malaysia berasal dari Cina dan India. Kebanyakan adalah buruh atau pekerja kasar. Mereka tidak pernah dianggap golongan pribumi atau bumiputra,” jelas Hoekema. “Di Indonesia, agama Kristen disebarluaskan oleh misionaris. Dari permulaan, sudah jamak menyebut Allah Bapa(k),” tambahnya. Hoekema pernah bekerja beberapa tahun di gereja Indonesia.

Insiden di Malaysia memicu pertanyaan-pertanyaan menggelitik. Bukankah hanya ada satu Tuhan? Kristen, Islam dan Yahudi bersumber pada ajaran agama Abrahamik. Selain itu, pantaskah umat manusia memberi label Tuhan? Meister Eckhart (1260-1328), mistikus Kristen, pernah menulis  ‘suara manusia pun sudah bergetar sewaktu menyebut penguasa alam’.




Menurut Hoekema, penganut Yahudi lebih konsekuen. Sejak 300 tahun sebelum Yesus Kristus dilahirkan, tradisi Yahudi menghindari penyebutan dan penulisan Tuhan. Mengutip Keluaran 3:14 ‘Tuhan adalah Aku’ berarti Tuhan dengan sendirinya berada dalam kekekalan. Umat Yahudi dalam bahasa Ibrani lebih sering menggunakan penulisan JHWH (kependekan Jahweh) untuk menunjukkan Tuhan atau sewaktu berdoa – jika terpaksa ‘memanggil’ Tuhan – mereka memakai Adonai (Tuan).

Di Belanda pun ada sebagian umat Kristen merasa tabu melafalkan Tuhan. Mereka lebih senang menggunakan Yang  Tak Terbatas, Yang Abadi atau Yang Tak Terbandingkan. Uniknya, mereka bukan kaum konservatif, melainkan pengikut progresif yang menganggap penyebutan nama Tuhan tidak semestinya dan congkak.

“Belakangan, penggunaan kata Tu(h)an di gereja Indonesia mulai populer kembali. Bukan karena ancaman atau menghindari konflik, tapi lebih pada penekanan identitas. Kita semua hamba Allah,” tandas Hoekema.



>>Sumber: Mingguan Elsevier “Allah zij geprezen” (13-02-2010)<<

When in Rome, do as the Romans do

Harry Lukman - Washington, D.C. 
Vancouver baru saja selesai menjadi tuan rumah Winter Olympic XXI. Vancouver juga merupakan tuan rumah bagi ribuan atau bahkan jutaan immigrant yg adu nasib di Canada sono.

Bagi Anda yg tinggal di Indonesia sono & tiap hari kerjanya nongrongin KOKI melulu, mungkin anda akan merasa iri, terpana dan terkagum2x dengan cerita yg anda dengar di KOKI ini dari berbagai macam Negara di luar Indonesia. Kalau saja ada yg bercerita bagaimana brutal-nya winter tahun ini dengan jumlah salju yg breaking records, bagi para KOKIERS yg belom pernah melihat salju tentu akan bermimpi untuk bisa main dengan salju. Padahal kita yg mengalaminya disini sudah MUAK!
Mungkin banyak juga yg terpana kalau baca the American Dream, cerita Barack Obama yg dari keluarga biasa dengan ayah seorang Kenyan Immigrant bisa menjadi American President, atau cerita dari Arnold Schwarzenegger yg datang ke USA hanya dengan $200 di kantongnya & bisa jadi one of the hottest movie stars in Hollywood & current Governor of California. Memang kiranya pepatah “the grass is always greener at the other side” mungkin benar.

Kenyataannya hidup sebagai seorang immigrant di negara baru tidaklah semudah, seenak & sekeren seperti apa yg selalu anda bayangkan di Indonesia sono. Ada banyak cerita sedih yg dari nasib para immigrants dan bahkan anak2x dari pada immigrants tsb. Tulisan saya kali ini akan bercerita dari sisi tsb, the failed integration of the immigrants to the mainstream society in their adopted land.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk memojokkan suatu agama atau golongan tertentu, tetapi ini adalah fakta yg berbicara. Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan lama dari Ibu Rini TH di Vancouver, BC, Canada beberapa waktu yg lalu dengan judul:
“Mengapa Kami Merantau ke Canada? (Tanggapan)”: http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/33/1096/mengapa_kami_merantau_ke_canada_tanggapan

Sebetulnya kemanapun Ibu Rini TH sekeluarga mau hijrah itu bukan urusan saya bukan? Tentu saja suka2x yg mau hijrah. Tetapi setelah saya baca article ini dan kalau saya berada diposisi ibu Rini TH saya tidak akan pernah hijrah ke Negara bule, NEVER, kenapa? Karena sebagaimanapun “welcome” nya Negara bule entah itu Canada, USA, NZ, Australia, UK, Holland, Belgium, France, Germany, etc. Ibu Rini TH sekeluarga tetap akan diperlakukan sebagai F.O.B – Fresh of the Boat atau kaum minoritas, bahkan keturunan andapun, selama mereka masih hidup di lingkungan para immigrant, selama anda lebih pilih ikut acara tarik tambang atau ikut lomba lari karung di KBRI atau KJRI setempat pada tanggal 17 August dari pada nonton kembang api atau ikut lomba pada Independence Day on July 4,  kalau tinggal di USA; atau Bastille Day on July 14 (atau bahasa Perancisnya “le quatorze juillet”) kalau tinggal di France; atau National Day on August 9 kalau tinggal di Singapore; atau Australia Day on January 26 kalau tinggal di Australia atau Canada Day/Dominion Day on July 1, kalau tinggal di Canada. BTW, you should’ve known it by now.

Saya tdk bilang lupakan “Bhinneka Tunggal Ika”, NO! But I say, “Dimana Bumi dipijak, disitu langit di junjung”, you should know “E pluribus unum” if you live in USA; “Liberte, Egalite, Fraternite” if you live in France; “Majulah Singapura” if you live in Singapore; “A Mari Usque Ad Mare” if you live in Canada. Again, you should’ve known it by now.
 
Selama pergaulannya masih hanya sebatas dengan orang sebangsa dan setanah air di negeri rantau atau dengan para kaum immigrant lainnya yg berasal dari Negara lain yg senasib, selama masih merasa seperti ikan lepas dari kolam ketika bergaul dengan kaum majority/mainstream di Negara baru tsb dan lebih suka bergaul di lingkup yg kecil, anda & keturunan anda tidak akan merasa “welcome” di rumah baru anda, sampai kapanpun juga, second or even your third generation.   

Living in their own cocoon (“GAIJIN” in their own country)
Phenomena ini sudah banyak contohnya di negara2x barat, bahkan anak2x dari para immigrants yg lahir di Negara barat & besar di Negara barat tsb atau anak2x dari para immigrants yg sejak kecil sudah dibawa oleh orang tuanya hidup di Negara barat & besar di Negara barat tsb tidak pernah merasa menjadi bagian dari pada kaum mainstream di Negara barat tersebut, anak2x tsb besar di lingkungan sebatas kaum immigrants, ibarat seperti katak dalam tempurung, akibatnya ketika anak2x tersebut tumbuh menjadi orang dewasa, ada dari mereka (walaupun tidak semua) merasa tidak “welcome” oleh mainstream society di negara2x barat tsb. Orang Jepang bilang gini;

“They will always be GAIJIN even in their own country of birth” 


Akibatnya macam2x, ada yg diam saja, ada yg berusaha membaur dengan masyarakat setempat, ada yg cuek bebek, tetapi ada juga yg melakukan hal2x fatal contohnya Seung-Hui Cho, lahir di Seoul dan dibawa orang tuanya pindah ke USA waktu dia baru usia 8 tahun, memang menurut family history si edan Seung-Hui Cho ada anxiety disorder.

With his parent’s limited English knowledge, Seung-Hui Cho grew up in tight-knit Korean immigrant community in a foreign-land. Seoul might be half-way around the world from Fairfax, VA where he grew up but it didn’t seem like it. You can find Korean stores throughout northern Virginia & Maryland suburban. You can find Korean churches and newspaper almost everywhere here. You might not be in Seoul or Pyongyang, but you can pretty much eat Bulgogi, Kalbi or Bibimbab everyday if you want it.

Seung-Hui Cho was struggling how to learn a new language. In fact, during Cho’s time in middle school and high school, he was teased for his shyness and unusual speech patterns. Some classmates even offered their lunch money to Cho just to hear him talk. According to Chris Davids, a high school classmate in Cho’s English class at Westfield High School, Cho looked down and refused to speak when called upon. Davids added that, after one teacher threatened to give Cho a failing grade for not participating in class, he began reading in a strange, deep voice that sounded “like he had something in his mouth” The whole class started laughing and pointing and saying, “Go back to China.” Another classmate, Stephanie Roberts, stated that “there were just some people who were really cruel to him, and they would push him down and laugh at him. He didn’t speak English really well, and they would really make fun of him”. Source: http://en.wikipedia.org/wiki/Cho_Seung-hui

His anger exploded on April 16, 2007 when he randomly shot and killed 32 innocent victims (including one Indonesian student, 34-year-old Partahi Lumbantoruan, PhD student in Civil Engineering from Medan) and ended his own life by single gunshot in the head during Virginia Tech shooting-spree. The massacre is the deadliest peacetime shooting incident by a single gunman in United States history, on or off a school campus.

In sort, I think we can say that we failed him as a society at large. Our community failed him, the school system failed him, and definitely the immigrant life really failed him.

Contoh lagi, kalau anda pernah ke Chinatown di Manhattan (New York City) anda akan menjumpai begitu banyak orang Cina disono yg pada nggak bisa omong Inggris, banyak dari mereka yg sudah tinggal belasan & bahkan puluhan tahun di Amerika, tapi Inggris masih pada belepotan semua. Why? Because they don’t have to speak English, they even can take driver’s license exam in Mandarin if they want to. They’re comfortable enough to live in their own little cocoon. Again, “gaijin” in their own home.

Contoh lagi, yg ini saya bisa tulis article panjang lebar, dan sudah pernah saya tulis disini dan bahkan sempat membuat pro & contra di KOKI beberapa tahun yg lalu mengenai Illegal Aliens, yg tentu saja sebagian besar adalah Hispanics, yg berasal dari Mexico, Guatemala, El Salvador, Honduras, dan negara2x lainnya di America Latin yg masuk Amerika main SELONONG BOY saja lalu beranak pinak (having kids at least half-dozen each family) disini & sekarang pada minta U.S Green Card semua! Setelah jadi orang gelap disini sama sekali tidak usaha belajar Inggris, health care di U.S bangkrut gara2x mrk, school system in the U.S penuh sesak gara2x anak2x dari pada Illegal Aliens ini. Kemana mana carinya yg ada tulisan “Se Habla Espanol” melulu. This one is “gaijin” in the foreign land. They’re not supposed to be here in the first place! Why don’t they even try to integrate with the main stream society and at least try to learn English even though they’ve been living here so many years? Because they don’t have to speak English, they’re comfortable enough to live in their own little cocoon. I’m not asking these folks to speak fluent English like Brad Pitt or Tom Cruise, NO! But at least, give it a try! I just don’t understand when they can take their driver license’s exam in other languages than English. Do we also have to translate all the road signs into several different languages? Instead of a simple “Exit” sign on the highway, do we have to put the following sign? “Exit-Sortie-Salida-Ausgang-Uitgang-Uscita-Keluar-Metu”

Again, I’m not a right-wing-radical-anti-immigrant-nut kind of guy with his confederate flag on his pick up truck. No, I’m not! I’m an immigrant myself, but you don’t break in into someone else house and ask the owner of the house to serve you enchiladas & burritos in the morning while the owner of the house eat scrambled eggs and pancake with maple syrup for breakfast. Remember, you’re not supposed to be in that house in the first place!  

Common denominator
Here in the United States, we have 9/11, the worst terrorist attack in U.S soil on September 11, 2001. Whereas, in the United Kingdom, they have 7/7, the London bombings on July 7, 2005, the worst blast in London since World War II. The bombings were carried out by 4 British Muslim men, three of Pakistani descents (Mohammed Sidique Khan, 30, he left his wife and young child; Shehzad Tanweer, 22 and Hasib Hussain, 18) and one of Jamaican descent (Germaine Lindsay also known as Abdullah Shaheed Jamal, 19, left his pregnant wife). Dari ke 4 terrorists tsb, hanya Germanie Lindsay yg lahir di Jamaica, pindah ke UK ikut orang tuanya ketika dia baru berumur 5. Sedang ke 3 terrorists keturunan Pakistan, semuanya lahir di UK, they’re all British citizens by birth. So, what’s the moral of the story?

They were the victims of failed integrations in many western countries, they were never felt home in their own home country, they were aliens or”gaijin” in their own home. They refused to blend in with the mainstream society and lived in their own cocoon. 

Another example is the recent incident in Ft. Hood, TX. Unlike Seung-Hui Cho, who came to this country as 8 years-old-boy, Army Major Nidal Malik Hassan was born and raised in Virginia to Muslim Palestinian parents who migrated to the U.S from the West Bank. After graduating from high school Hassan joined the U.S Army. As a soldier, he has to follow the order. However, when he was about to be deployed to Afghanistan, he felt that he wouldn’t be able to fight his fellow Muslims. There are some conflicts inside Major Hassan whether to serve his country or to follow his faith. Unfortunately, Major Hassan’s rage exploded on November 5, 2009 he randomly shot and killed 13 fellow U.S. soldiers.

Apakah seorang keturunan Arab tidak akan pernah bisa menjadi U.S soldier karena “conflict of interest”? Tidak benar itu, lihat contohnya General Abizaid, a four-star general in U.S Army, lulusan sekolah militer elite “West Point” yg dapat julukan “Mad Arab”. General yg satu ini lancar bahasa Arab (sudah jelas karena dia sendiri keturunan Arab, born in the USA) dan bekas komandan seluruh tentara Amerika di Iraq.

While General Abizaid knows that his country does not fight a certain religion in Iraq and/or Afghanistan; unfortunately, Major Hassan doesn’t understand that. General Abizaid understands that his country is trying to make a better world by eliminating terrorism thread against our civilized world.

Remember terrorists can strike anytime, anywhere and can target anyone (regardless of your skin color or your race/religion), the vulnerable citizens. It could happen in New York (September 11, 2001), London (July 7, 2005), Madrid (March 11, 2004), Jakarta (Marriott bombings, 2003 & 2009), Bali (2002 & 2005), Istanbul (November 15 & 20, 2003) and the most recent one happened on Christmas Day 2009 when young Nigerian man, Umar Farouk Abdulmutallab, tried to detonated his bomb on Northwest Airlines flight # 253 from Amsterdam (AMS) to Detroit (DTW). Si Umar ini merasa depressed & lonely selama dia sekolah di London, England. Umar ini anak orang kaya; a wealthy Nigerian banker’s son. Jadi dari kecil Umar sudah sekolah di sekolah2x elite & mahal (British boarding school in Togo, West Africa & University College London) yg susah di jangkau dan bahkan hanya mimpi bagi average Nigerian untuk bisa sekolah di sekolah2x spt itu. Tetapi selama di London si Umar tidak pernah merasa bisa adaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Susah cari daging halal katanya, menurut berita di Washington Post (December 29, 2009) yg saya kutip;

In December 2005 his parents visited him in London and he refused to eat meat with his parents and said ‘I am of the view of meat not slaughtered by Muslims is haram for consumption. My parents are of the view as foreigners. I should not be eating with my parents as they use meat I considered haram’. However, his family said it was unthinkable that he would do anything like this”

Setelah lulus dari London, si Umar bilang ke ayahnya dia mau sekolah bahasa Arab di Yemen, setibanya di Yemen si Umar senang sekali, dia merasa ‘blend-in’ with the local society dan dia merasa kalau dia bisa diterima dengan sepenuh hati di Yemen.

This is exactly what I mean! He has absolutely no business living in England whatsoever! He should’ve migrated to Yemen and live there for the rest of his life where he belongs. After the trip to Yemen he came back to Nigeria, boarded a KLM flight to Amsterdam and transferred to a Northwest Airlines flight # 253, a Detroit-bound aircraft and tried to blow up that plane just before the plane make its final descent into Detroit Wayne International Airport (DTW) on Christmas Day 2009. Unfortunately, it doesn’t take a Harvard education to figure out what type of folks are trying to blow up planes these days and if you notice they all have common denominator here! NO! I’m not accusing specific religion here!! In fact, I think that this great religion has been hijacked left and right! When the four commercial airlines were hijacked on that Tuesday morning, September 11, 2001, those 19 hijackers not only hijacked the planes but they also hijacked their own religion. I couldn’t agree more with the British author Arthur C. Clarke;

“One of the great tragedies of mankind is that morality has been hijacked by religion”

There so many Muslims in Western countries, but we do not see them acting like Major Hassan,  Mohammed Sidique Khan, Shehzad Tanweer and Hasib Hussain everyday. I wholeheartedly believe that the vast majority of Western countries’ Muslims are law-abiding, upstanding citizens who vehemently shun the violence embraced by the radical and dangerous few. In many ways, Muslims in the western countries have the most to lose when extremists carry out their warped plans, and they suffer most when they are unjustly lumped in with the radicals. I firmly believe, like in any other religions, only the minority of them that are really having radical views (a.k.a “nuts”). However, when you’re talking about the “small percentage” of 1 Billion (let’s say 1% to 5%), you’re talking about 10 to 50 million people! That’s a lot of folks! Canada’s population is only approximately 34 millions.  

Tetapi masalah tidak bisanya sebagian minority untuk ber-integrasi dengan masyakat majority di Negara yg baru (bahkan bagi anak2x para immigrants yg lahir di Negara baru) tidak hanya terjadi di US or UK saja. Saya ambil contoh lain, France (population 65 millions), Negara yg mempunyai banyak umat Islam, yg kebanyakan berasal dari negara2x bekas jajahan Perancis di Africa seperti; Algeria, Tunisia, Morocco & Senegal. Diperkirakan ada sekitar 4.8 juta umat Islam di Perancis, suatu jumlah yg cukup besar bagi Negara Eropa. Asal anda tahu jumlah total penduduk Finland adalah 5.3 juta jiwa. Tetapi walaupun Perancis punya 4.8 juta umat Islam, sering terjadi bentrokan antara Muslim minority vs. majority French people. Anda pasti pernah dengar berita riots in Paris di tahun 2005 bukan?  Dimana para immigrants dari Northern Africa ribut dengan polisi. Ibu Rini mungkin betul karena tidak memilih Perancis sebagai Negara tujuan anda walaupun Perancis punya 4.8 juta umat Muslim, tetapi memakai Hijab di tempat umum dilarang di Perancis. Sebetulnya bukan hanya hijab saja, tetapi berbagai macam religious symbol tidak boleh dipakai, ini karena Perancis menganut azas sekuler.    

The French government, and a large majority of public opinion, is opposed to the wearing of a conspicuous sign of religious expression (dress or symbol), whatever the religion, as this is incompatible with the French system”.

Jadi misalnya ada keluarga Muslim yg punya anak perempuan & anak tersebut pakai jilbab ke sekolah negeri (state school) bukan sekolah swasta (private school) dan ada keluarga Yahudi yg punya anak laki2x & anak laki2x tersebut pakai kopiah Yahudi (apasih namanya?) kesekolah yg sama sekolah negeri (state school) bukan sekolah swasta (private school), kedua anak tersebut; Muslim & Jews akan diusir dari sekolah negeri di Perancis karena mereka memakai religion symbol. Jadi sebetulnya UU ini dibuat tidak hanya untuk memojokkan satu agama tertentu saja, tetapi dibuat secara fair. Again, it’s about the separation between state and church. It’s called secularism. Tetapi apakah semua anak2x immigrants & para immigrants itu sendiri akan tidak pernah diterima seutuhnya oleh masyarakat setempat? Tentu saja tidak! Sekali lagi tergantung dari pada anak2x immigrants dan para immigrants itu sendiri untuk menyesuaikan diri di negara barunya dan bagaimana mereka mendidik & membesarkan anak2xnya hidup di negara baru, negara impian & pilihan mereka sendiri, inget para immigrants ini datang sendiri ke negara baru itu, bukan negara baru itu yg MEMINTA para immigrant datang ke negara tsb. Ingat “Dimana bumi dipijak disitu langit di junjung!” Nggak usah jauh2x, the son of Kenyan immigrant now is the president of the United States! A poor Austrian immigrant with his broken English came to this country in 1968 with only few hundred dollars in his pocket has become one of the hottest Hollywood movie stars and now the current Governor of California, I can go on and on with the list of thriving immigrants in this country!

Atau anda yg di Eropa sono pasti kenal betul dengan wanita yg satu ini, lihat itu Rachida Dati, French Justice Minister, lahir di Perancis ibunya immigrant dari Algeria, ayahnya immigrant dari Morocco tetapi dia bisa beradaptasi & berintegrasi dengan mainstream society di Perancis dan sampai berhasil menjabat sebagai menteri di Perancis, suatu prestasi yg luar biasa bagi wanita muslim di Eropa sono. 

Why Vancouver and why not Dubai or Kuwait City or Doha?




Sekali lagi, kalau saya jadi Ibu Rini TH, sebelom saya hijrah jauh2x ke Vancouver dari Jakarta, saya akan melakukan PR saya dengan baik, saya TIDAK akan hanya melihat Negara bule saja yg selalu menjadi idaman di dalam tujuan para immigrants, biar dibilang KEREN karena bisa tinggal di Negara bule. Tetapi, sekali lagi, setelah baca article anda yg saya kutip di bawah ini;

Terakhir, yang kok jadi seru juga kelihatannya, mengenai makanan Halal. Alhamdulillah, dengan banyaknya immigrant muslim di Canada (apalagi di Ontario katanya) saat ini toko Halal Meat, Halal Pizza, Halal Fried Chicken, Halal Restaurant cukup banyak di Vancouver dan sekitarnya, Cuma….ya nggak di setiap pengkolan jalan begitu. Komunitas muslim di sini menerbitkan daftar toko & restaurant yang halal. Tapi buat anak-anak (aku juga sih…), mereka harus belajar lebih sabar & ikhlas karena mereka nggak bisa makan KFC favoritnya, kalaupun ingin harus order sehari sebelumnya di halal meat dan hanya bisa dilakukan Jum’at dan weekend saja.

Kalau ke McD cuma bisa makan Fillet-O-Fish, kalau ke Subway cuma boleh order isi tuna, kalo ke Food Court hanya bisa yang Veggie atau seafood, favoritnya adalah Calamari. Di Food Court juga walaupun makanannya semuanya sayuran, tapi kalau sebelahnya ada yang dari babi, buatku sebaiknya dihindari. Jika mau beli makanan, kalau ada tanda Halal atau Kosher….boleh, kalau tidak ada tanda ini harus di-scan dulu ingredient list-nya, seperti keju misalnya – nggak boleh mengandung Rennet (yaitu koagulan yang dibuat dari isi perut babi).” 
Rini TH – Vancouver, BC, Canada

Kalau saya berada di posisi Ibu Rini saya akan tengok negara2x Timur Tengah sebagai Negara tujuan saya. Kalau saya berada di posisi ibu Rini TH sekeluarga, saya tidak akan mau hidup merasa khawatir seumur hidup saya setiap hari hanyak karena saya nggak 100% yakin makanan yg masuk ke dalam perut saya itu Halal atau Haram! Hidup ini sehari-hari saja sudah rumit, alangkah enaknya bila kita nggak usah pusing2x pikirin makanan yg kita makan setiap hari ini sebetulnya boleh kita makan menurut kepercayaan kita atau tidak. Kalau kita tidak usah pusing2x pikir hal itu, bayangkan berapa banyak waktu extra yg dapat kita pakai untuk melakukan kegiatan2x lainnya!

Yg saya nggak habis pikir kalau memang mau cari makanan Halal kenapa harus jauh2x ke Vancouver? Kenapa nggak ke Dubai sana atau ke Sana’a sana! Saya yakin anda sekeluarga tidak akan khawatir dengan makanan non-halal, saya yakin semua makanan/minuman dari Pizza, Fried Chicken, Coca-cola, Hamburger, buah Kurma, dll pasti halal & aman di Amman, Dubai, Jeddah, Cairo, Damascus, Kuwait City, Doha, Riyadh, Abu Dhabi atau Sana’a sana. Saya yakin 100% anda pasti akan merasa nyaman dengan jilbab anda di negara2x Arabs sana. Kalau boleh saya kutip lagi article anda tempo hari sbb;

“Wah…sebenarnya ini bisa panjang, tapi secara singkat karena menurut hemat kami Canada lebih welcome & membantu para immigrant, masalah diskriminasi tidak mencolok (ada saja sih…tapi tidak heboh lah), yang paling penting buat aku adalah aku bisa berjilbab dengan tenang & nyaman.

Menurut hasil pengamatan kami, Singapore juga gampang dapat PR-nya, tapi susah mencari kerja buat kami yang expertise-nya biasa-biasa saja. Malaysia, entahlah gampang atau tidak dapat PR-nya, tetapi katanya orang Malaysia juga banyak yang migrate ke Canada.


Australia, lebih gampang dapat PR-nya daripada Canada, tetapi aku khawatir aku tidak nyaman dengan jilbabku kalau pindah ke sana. NZ, temanku yang udah dapat PR dan 2 tahun di sana balik lagi ke Jakarta, sehingga membuat aku nggak explore lebih jauh lagi deh. USA, wow….kalau nggak dapet lotere, susah banget & perlu perjuangan berat untuk dapat Green Card mereka. Lagipula, buatku yang berjilbab khawatir akan tidak terlalu nyaman di sana.”  Rini TH – Vancouver, BC, Canada

Jangankan pakai jilbab, mau pakai hijab, mau pakai Burqa atau mau pakai Niqab, you can have all the flexibilities and choices you want! You can wear your Jilbab on Monday, Burqa on Tuesday, Niqab on Wednesday, Hijab on Thursday; how about that? It’s like all you can eat buffet in fashion! In fact, you blend-in with the local crowd right away! You instantly become the mainstream part of the society! Coba deh tanya KOKIERS yg tinggal disono, saya ambil contoh tanya mbak Henny di Tripoli sono atau mbak Lyna di Kuwait sono.
Thus, instead of Vancouver why not Dubai, Doha or Kuwait City for example?
  • Dubai, United Arab Emirates. Negara terkaya ke 10 di dunia (lihat daftar dibawah)
  • Kuwait City, Kuwait. Negara terkaya ke 5 di dunia (lihat daftar dibawah)
  • Doha, Qatar. Negara terkaya ke 2 di dunia (lihat daftar dibawah)
Anda mau tahu 10 negara terkaya di dunia? (Based on income percapita 2008 in USD);





Germany # 26 – 35,500; Japan # 28 – $34,100; France # 29 – $33,300; China & Albania # 106 – $6,000 (but Hong Kong - $43,800); Indonesia, Congo & Guyana # 126 – $3,900; India & Nicaragua # 134 - $2,900; Timor-Leste, Nigeria, Papua New Guinea, Cameroon & Kosovo # 144 - $2,300 and the poorest country in the world is Zimbabwe # 194 – $200

Emirates (EK) & Dubai International Airport (DXB)

Di dalam airlines industry, Emirates tidak kalah dengan Singapore Airlines, American Airlines, United Airlines, Air Canada, British Airways, Cathay Pacific, Japan Airlines, Air France, KLM or Lufthansa. Emirates termasuk di dalam daftar first class airlines in airlines industry. Emirates (EK) mampu menyaingi Singapore Airlines (SQ) di dalam menyediakan penerbangan nonstop jarak jauh dengan route2x spt ini; Dubai (DXB) – Los Angeles (LAX); Dubai (DXB) – Sao Paulo (GRU); Dubai (DXB) – Houston (IAH); Dubai (DXB) – San Francisco (SFO) semua penerbangan jarak jauh nonstop ini Emirates memakai pesawat Boeing 777 – 200LR (Long Range), the world’s longest-range commercial airlines when it entered service in 2006. Ini adalah pesawat baru yg canggih & mahal. Hanya airlines2x bergengsi di dunia ini yg memiliki pesawat2x jenis ini seperti Emirates, Singapore Airlines, United Airlines, Cathay Pacific, dan airlines2x yg ternama lainnya.
Selain itu, Emirates juga punya pesawat baru yg besar sekali, a Double Decker commercial aircraft, Airbus A-380, sekali lagi hanya airlines2x bergengsi (first class airlines) di dunia ini yg memiliki pesawat semacam Airbus A-380 tsb, seperti Emirates, Singapore Airlines, Qantas, Air France. DXB tidak kalah dengan airport2x Asia lainnya seperti; SIN, HKG, BKK or NRT. In 2009 DXB was the 6th busiest airport in the world by international passenger traffic.DXB juga tidak kalah dengan airport2x Amerika seperti; JFK, LAX, DFW, SFO or ORD. Anda bisa lihat foto2x DXB disini, ini adalah salah satu the best airports on this planet! DXB juga tidak kalah dengan airport2x di Eropa seperti; AMS, CDG, FRA or LHR. Bahkan DXB jauh lebih megah dari airport2x di Canada spt YYZ, YVR, YUL or YHZ.  



Magnificent Dubai
Demographics di Dubai tidak kalah variasinya dgn demographics di Vancouver, New York, Paris or London. Dubai punya jumlah penduduk sekitar 1.37 juta jiwa dan diperkirakan punya 250,000 foreigners atau sekitar 19.23% populasi Dubai adalah orang asing.

Anda mau lihat gedung2x tinggi pencakar langit, anda tidak harus pergi ke New York, Chicago, Tokyo or Toronto but it is Dubai. Burj Dubai is the tallest man-made structure in the world! (818 meter) Silahkan lihat fotonya yg baru dibuka beberapa bulan yg lalu.

 

Anda pernah dengar “Palm Island” di Dubai? Ini adalah pulau buatan di Dubai yg kalau anda lihat dari atas seperti pohon palem (lihat foto ini). kalau anda punya cukup uang, bisa beli rumah di pulau buatan ini! Ini merupakan suatu reclaimed land project yg sangat ambisius di di dunia ini.



Selain “Palm Island” Dubai juga punya project reclaimed land yg ambisius juga, namanya “The World” silahkan lihat fotonya. Kalau di lihat dari atas seperti peta bumi kita. Pulau2x buatan ini dijual dengan harga sekitar $15 sampai $50 juta dollar Amerika Serikat! Jadi bisa saja seseorang beli “Pulau Jawa” atau “Pulau Kalimantan” di Dubai.

  

Bagi anda yg suka shopping, Dubai juga merupakan surga shopping center, jadi tidak hanya jalan2x utama di kota2x dibawah ini saja yg merupakan jalan2x utama pusatnya shopping center di kota tsb atau nama jalan yang menjadi identitas dari pada kota tersebut.

Sering saya dengar kalau kita belom ke Jogja kalau kita belom makan lesehan di Jalan Malioboro atau kita belom ke Singapore kalau kita belom shopping di Orchard Road atau kita belom ke Paris kalau kita belom jalan2x di Champs-Elysees yg amat terkenal itu atau kita belom ke Chicago kalau kita belom ke Michigan Avenue yg dikenal dengan sebutan the “Maginificent Mile” itu. Jadi semua orang tinggal di kota tsb pasti tahu 100% dengan jalan tersebut, seperti:
  • Jalan Malioboro – Jogja: http://en.wikipedia.org/wiki/Jalan_Malioboro Yang katanya merupakan jalan termahal di Central Java, benar nggak sih? Emang property di jalan2x utama di kota Semarang kalah mahal? Please confirm.
  • Oxford Street – London, England: http://www.oxford.st/
  • Fifth Avenue – New York, NY: http://en.wikipedia.org/wiki/Fifth_Avenue
  • Michigan Avenue – Chicago, IL: http://www.themagnificentmile.com/
  • Rodeo Drive – Beverly Hills, CA – suburb of Los Angeles, CA: http://www.rodeodrive.com/
  • Bahnhofstrasse – Zurich, Switzerland: http://en.wikipedia.org/wiki/Bahnhofstrasse,_Z%C3%BCrich
  • Champs-Elysees – Paris, France: http://www.champselysees.org/champselysees/
  • 16th Street – Denver, CO: http://www.denver.org/what-to-do/shopping/detail?memid=2435&wc=Shop
  • K Street – Washington, D.C: http://en.wikipedia.org/wiki/K_Street_(Washington,_DC) Yes, it’s not a type error it’s just “K”. Nama2x jalan di Washington, D.C sangat mudah untuk di ingat, karena pakai huruf; A, B, C, D, etc atau pakai angka 1st, 2nd, 3rd, etc atau pakai nama 50 states in the U.S. Jadi misalnya kalau kita bilang “Meet me at the corner of 16th Street and Pennsylvania Avenue” kita semua tahu itu adalah lokasi the White House 
  • Orchard Road – Singapore. Jalan yg satu ini nggak usah dikasih link sudah pada familiar semua bukan? Dari Takashimaya (Ngee Ann City); Wisma Atria; CK Tang; Lucky Plaza; ION Orchard; OC – Orchard Central (Bangunan baru yg menggantikan bangunan lawas yg namanya Specialists’ Shopping Centre); Centre Point; The Herren; Paragon; Plaza Singapura semuanya ada di Orchard Road. Kalau ada pertanyaan ttg jalan yg satu ini please contact Ms. Linda Cheang, the subject expert on this topic he..he…he…
  • Jalan Pemuda – Muntilan: http://www.muntilan.org/  (he…he…he. Well, yes! Ini adalah jalan utama di kota tsb! Semua orang pasti tahu kalau bilang nama jalan ini di kota tsb! Just like Orchard Rd in Singapore or Michigan Ave in Chicago)
Jangan lupa, selain jalan2x yg saya sebut di atas tadi, ada nama jalan “Doha Street” di Dubai yg merupakan jalan masuk ke “The Dubai Mall”, the shopping paradise for the serious shoppers out there!

Tadinya mall terbesar di dunia adalah “Mall of America” di Minneapolis, MN, USA dibuka tahun 1994 yg lalu, ternyata record mall terbesar di dunia sekarang dipegang oleh “The Dubai Mall” yg baru dibuka November 2008 yg lalu. Di mall raksasa ini juga terdapat aquarium, ice-rink yg bisa menampung 2,000 visitors dan juga SEGA Republic yg baru buka August 2009 yg lalu, ini adalah indoor theme park (yes, inside the mall!!) with 150 amusement games! Di dalam mall ini juga terdapat 22 megaplex (cinema/bioskop). Anda masih belum puas dgn “The Dubai Mall” di downtown Burj Dubai? Anda bisa ke mall2x ini;
  • Mall of the Emirates; http://www.malloftheemirates.com/en/Default.aspx Sebelom “The Dubai Mall” dibuka Nov. 2008 yg lalu, ini adalah the biggest mall in the Middle East. Nonton Amazing Race tempo hari? Inget waktu mrk main ski? Di mall inilah tempat Ski-Dubai (indoor ski)
  • Ibn Battuta Mall; http://www.ibnbattutamall.com/
  • Lamcy Plaza; http://lamcyplaza.com
  • Mercanto Shopping Mall dan masih banyak lagi yg tidak bisa disebut satu persatu, belom lagi Malls yg masih dalam tahap construction. Pokoknya mall2x di America atau Canada kalah canggih dengan Malls di Dubai!
Krn anda punya anak2x anda tentu memikirkan pendidikan mereka bukan? Dubai ada banyak sekolah2x bagus, dari sekolah local sampai ke International School yg diakui di seluruh dunia; Deira International School, Emirates International School, Wellington International School, Mahatma Gandhi Univ. Bahkan sekolah2x dari USA juga ada yg buka cabang disini spt; Michigan State University Dubai (MSU Dubai), Harvard Medical School Dubai Center.

Anda anti Amerika? Anda lebih pilih Inggris? Ada juga sekolah2x Inggris spt English College Dubai, Cambridge High School atau anda lebih suka sekolah Australia? Ada juga – University of Wollongong in Dubai (cabangnya dari yg di Australia sono). Sekali lagi, saya bukan mengecam anda pindah ke Canada, kalau saya berada diposisi anda, sekali lagi saya nggak akan hijrah ke Negara bule, NEVER! Ngapain seumur hidup setiap hari mau makan saja harus was2x halal atau tidak, temen2x hanyalah sesama perantau/minority, dan seumur hidup anda tetap akan menjadi minority in your adopted-land.




Minority vs. Majority
Sekarang pasti banyak dari KOKIERS yg pada kebakaran jenggot setelah baca article saya yg satu ini. Dan saya yakin banyak yg bilang gini;

Kalau HL begitu berapi-api sama Dubai, Doha & Kuwait City, kenapa nggak HL aja yg pindah ke Dubai, Doha & Kuwait City sono?”

Berkunjung boleh saja, anytime! Bahkan kita sudah pernah ke Dubai beberapa tahun yg lalu! (Stop-over naik Emirates waktu ke Jakarta) It’s a very nice place to visit! Tetapi pindah ke sono, well, thanks but no thanks! Saya sudah merasakan hidup sebagai minority, dan saya lebih pilih hidup di rumah baru saya yg menjadikan saya sebagai mainstream society (majority). Dimana di rumah baru saya ini saya adalah bagian dari majority, jadi saya tidak perlu khawatir kalau rumah ibadah saya akan dibakar (spt yg terjadi di Malaysia baru2x ini, baca article sdri. Eve-SG tempo hari: “Gereja dibom Akibat penggunaan nama Allah”) Bagi saya pribadi majority & minority tidak hanya pada “physical appearances” saja, tetapi juga pada attitudes; the way we talk, the way we think and the way we acts. Di Singapore mungkin secara “physical appearances” saya adalah majority, tetapi didalam attitudes and the way they talk (SINGLISH), the way they think (KIASI) and they way they acts (KIASU), I’m definitely a minority in Singapore!

Di sini – USA – secara “physical appearances” sampai kapanpun juga saya adalah minority. Jangankan saya, the current president of the United States, Barack Hussein Obama, juga minority, tetapi secara “attitudes” the way we think, the way we talk (I know that I don’t speak like Tom Cruise, but I don’t speak like William Hung either), the way we acts, we are part of the mainstream society here in America. Therefore, we are majority here! In fact, America has never been united by blood or birth soil. We bound by ideas that move us beyond our background, lift us above our interests and teach us what it means to be citizens. Some of us had crossed the mighty ocean and left our country of birth forcefully or voluntarily to be part of this mainstream society for better or worse, we all believe that the best is yet to come here in America.    

Saya lebih pilih pindah ke Negara yg bisa menerima saya 100% apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihan yg saya punyai. Saya dulu punya teman sekantor yg sudah 27 tahun tinggal di Amerika, dia asalnya dari Damascus, Syria. Beberapa tahun yg lalu pas Lebaran (yg tentu saja di AS bukan hari libur, hari kerja biasa) masuk kerja dan saya bilang gini ke dia “Eid Mubarak!” Dia sempat terkejut mendengar itu, lalu dia bilang gini;

“27 years living in this country, you’re the second person who said that in my office; the first was about 12 years ago my Pakistani co-worker.  Thank you, it means a lot to me!”

Mendengar jawaban dia, saya baru bisa merasakan, inilah resiko hidup sebagai kaum minoritas di Negara baru! It’s pretty sad, but that’s the consequences. Makanya sekali lagi, saya yg sudah pernah merasakan hidup sebagai minority & sekarang saya bisa berbagi cerita dengan anda semua. Sekarang saya sudah menemukan rumah saya yg baru yg bisa menerima saya 100% dan menjadikan saya sebagai majority. Saya tidak akan pernah mau lagi hidup di masyarakat dimana saya hidup sebagai minority.

“Jalan Pemuda” memang selalu ngangenin dan saya selalu terkenang dengan “Gethuk Lindri” atau “Tape Ketan” sewaktu saya masih kecil dulu, but I’d rather be on “K Street” now, my new home in my adopted-land. It doesn’t mean that I don’t like “Tape Ketan” anymore, but instead of “Tape Ketan” I’m fine with Five Guys in my adopted-land (http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Guys & http://www.fiveguys.com/home.aspx) Bukannya saya seperti “Kacang lupa dengan kulitnya” nobody could change the fact that I was born and grew up there! Nobody could change our past, but we can all change our own future and destiny.  

Kalau saya berada diposisi ibu Rini, saya mau di dalam bulan Ramadhan supaya saya dibangunkan jam 4 pagi dengan suara kenthungan untuk sahur. Dan waktu Lebaran saya mau merasakan suasana lebaran yg begitu terasa (Holiday Season). Suasana lebaran sama sekali tidak terasa di USA, Canada dan negara2x bule lainnya, karena memang mainstream society tidak ikut merayakannya. Holiday Season yg saya maksudkan disini kalau di Amerika adalah antara Thanksgiving (Kamis ke 4 di bln November) sampai tahun baru (January 1). Anda yg tinggal di USA tentu bisa merasakan “Holiday Season” yg saya maksudkan, emang sih sekarang ini sudah dibelokkan menjadi “Shopping Season” but I think you can still feel the holiday sprit in the air, if you know what I mean. Or if you go to Singapore, Hong Kong, Beijing or Shanghai around Chinese New Year, you can feel it in the air!

There’s a different atmosphere in Singapore around Christmas and Chinese New Year. Christmas in $ingapore is so commercialized and it’s all about $hopping and $pending more $$ but if you’re in Singapore during Chinese New Year, you can just feel it in the air. Suddenly the hectic Singaporeans become layback, everybody drops whatever they’re doing and spends time with family, just like Americans during Thanksgiving and/or Christmas or Indonesian during Eid ul-Fitr, a major holiday which is running deep inside of the heart of that country’s culture, one can say “It’s in their blood”.

If you’re the majority in Indonesia celebrating Eid ul-Fitr or the majority in Singapore celebrating Chinese New Year or the majority in the U.S celebrating Thanksgiving & Christmas, that’s great, you’re part of the mainstream society. However, if you’re the minority, too bad, you have to live by the majority’s rules and respect them. No matter where you are on this planet, some of the majority will embrace the minority at all costs but some of them will never accept the minority as one of them, you can certainly hope so but ain’t gonna happen baby!       

Therefore, I’d rather be part of the society that will treat me as one of them, so you will feel that you have found your truly home, you are part of the mainstream society, for better or for worse, you are not the minority that are struggling and having integration hurdles in the foreign land with your F.O.B issues. You don’t knock at someone else house and live there and tell them “Let’s have Nasi Lemak for breakfast!” when all of them normally eat pancake and scrambled egg for breakfast. You ought to eat pancake & scrambled eggs with them.

Remember; when in Rome, do as the Romans do. When your searching for home has been fulfilled; finally, your fellow citizens in your adopted-land will embrace you and will call you; “You’re one of us buddy!” Personally, this statement is the greatest accolade to me

Sekian dulu! Greetings from “K Street”; HL-DC


Sources:
  • www.foxnews.com/story/0,2933,174670,00.html
  • www.expatforum.com/articles/moving/moving-to-dubai.html
  • www.foxnews.com/printer_friendly_wires/2007Apr22/0,4675,VirginiaTechKoreans,00.html
  • “I feel depressed and lonely. I do not know what to do” the story of Umar Farouk Abdulmutallab. The Washington Post (hard copy edition) Page A-1; Tuesday, Dec. 29, 2009

Tan Malaka: Kosmopolit Revolusioner

Isa Alïmusa – Amsterdam
 

Banyak pertanyaan mengenai perjuangan pasca kemerdekaan Indonesia (1945-1949) terjawab sudah. Harry Poeze, sejarawan dan politikolog asal Leiden, Belanda, selama 27 tahun (!) menyusun sebuah buku mengenai aktivis revolusioner Tan Malaka. Musim panas 2007 silam, buku tiga jilid seberat 4,6 kilo dan terdiri dari 2211 halaman serta 6052 catatan kaki ini akhirnya dapat diterbitkan. Sesaat sebelum manuskrip siap dicetak, musibah menimpa: seluruh data registrasi tokoh dan nama tempat hilang di komputer Poeze. Untung, segenap anggota keluarga dan beberapa kolega di Universitas Leiden berhasil mengumpulkan data-data berharga itu dalam waktu singkat. Apalagi, buku ini bukan sekedar biografi Tan Malaka.
Untuk pertama kali, konflik antara Belanda dan Republik Indonesia diuraikan secara detail, dengan titik berat di sisi Indonesia. Buku berjudul Verguisd en Vergeten (Tercela dan Terlupakan) menggambarkan pertikaian di antara banyak partai dan grup yang waktu itu jauh lebih tajam ketimbang perjuangan melawan Belanda.
Menurut Poeze, kemerdekaan Indonesia seperti suatu keajaiban. “Terutama mencermati ketidakseragaman paham di partai-partai golongan kiri. Kalau saja golongan tersebut waktu itu bisa bermufakat mengambil satu keputusan, mungkin Indonesia sekarang adalah Republik Sosialis,” tambahnya dari ruang kerjanya yang dipenuhi tumpukan buku dan guntingan surat kabar.
Tokoh utama Verguisd en Vergeten adalah Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka yang lahir di Desa Pandan Gadang, Sumatra Barat. Ia sempat menikmati pendidikan di Haarlem, Belanda, dan ‘berguru’ pada pemuka komunis Belanda, Henk Sneevliet. Sneevliet pernah menjabat gubernur jenderal di Hindia Belanda dan mencoba mendirikan partai komunis di Indonesia. Tan Malaka tinggal di Bussum, Belanda Utara, antara 1915-1920 dan aktif di Communistische Internationale (Komintern) untuk kawasan Asia Timur, meski ia bukan penganut aliran komunis di Moskwa.
Ia terpilih menjadi ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921. Merasa terancam dengan pemerintah Hindia Belanda, Tan Malaka hengkang ke Belanda di tahun 1922 dan diterima dengan tangan terbuka oleh Partai Komunis Belanda CPH (Communistische Partij Holland). Bahkan, CPH mengirimnya ke Kongres Komintern IV di Moskwa.
Selanjutnya, Komintern menugaskan Malaka mewakili kepentingan mereka di Asia Tenggara mulai 1923. ‘Pengembaraan’ Malaka di Asia berlangsung sekitar 20 tahun dan lambat laun ia mulai punya ide sendiri seputar revolusi Asia. Bagi sebagian kaum nasionalis Indonesia, ia dianggap tokoh revolusioner dan legendaris.
Di tahun 1922, Tan Malaka melontarkan ide Pan-Islamisme. Ia menganggap, partai ‘radikal’ Sarekat Islam dapat ditaklukkan dan ingin membentuk masyarakat sosialis. Tetapi sewaktu PKI di tahun 1926 mendapat dukungan Stalin untuk kudeta, ia berubah haluan. Menurutnya, waktunya belum matang dan ia menentang makar yang dipimpin oleh penerusnya, Moeso dan Alimin. Tan Malaka lebih setuju dengan aksi massa. Sayang, aksinya gagal.
Kegagalan aksinya menyebabkan ia kehilangan kontak dengan PKI dan Komintern, walaupun jiwa berontaknya tetap berkobar. “Ia boleh dibilang arketipe revolusioner,” ujar Poeze. “Keyakinan dan pendiriannya begitu kuat. Ia rela mengorbankan banyak hal. Bisa dibandingkan dengan Ho Chi Minh dan Che Guavara,” lanjut Poeze.
Stalinis atau Trotskis?

Komunis di Moskwa sejak 1927 menyebut Tan Malaka penganut ide musuh besar Stalin – Leon Trotski. “Sama sekali tidak benar,” jelas Poeze. “Tan Malaka adalah seorang komunis tetapi bukan Stalinis, meskipun di dalam bukunya Thesis (1946) ia sempat menggarisbawahi pemikiran Stalin,” imbuhnya. Malaka mencoba bergabung lagi dengan PKI.
Namun, kaum komunis yang kembali dari pengasingan di Belanda dan Australia – setelah pendudukan Jepang di Indonesia berakhir – menolak Tan Malaka. Ia sendiri hidup jauh dari kecukupan dan berambisi menerapkan paham komunis Marxistis pada situasi di Indonesia. Ia harus berjuang sendirian di tengah kemiskinan. Inventarisnya waktu itu cuma sebuah helm, tongkat untuk berjalan, sepatu dan alat tulis.
Selama pendudukan Jepang, sekitar tahun 1942, Malaka diam-diam kembali ke Indonesia. Terbiasa hidup tak dikenal atau incognito di Cina, ia pun membuat nama samaran Iljas Hussein dan memutuskan menetap di Jawa Barat. Ia sempat bertolak ke Jakarta pada 6 Agustus 1945 menjelang Jepang dikapitulasi. Ia tetap memakai nama alias dan menyayangkan tak bisa melihat detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945.
Di tahun 20-an ia sering disebut Bapak Republik Indonesia. Ia yang pertama kali membuat sketsa bentuk negara Indonesia dengan paham sosialis. Pihak kolonial Belanda pun mengganggap Tan Malaka sebagai ancaman serius. Ia sendiri tidak hadir sewaktu Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, kendati sesudahnya ia sempat berbicara beberapa kali dengan Presiden Soekarno.
Iljas Hussein bertatap muka dengan Soekarno pada 9 September 1945. Soekarno amat terkesan dengan Tan Malaka dan spontan menunjuknya sebagai penggantinya kelak. Hatta keberatan dan akhirnya Soekarno membuat ‘testamen politik’ berisi empat calon pengganti presiden dan wapres, jika kedua pemimpin negara tiba-tiba wafat. Surat wasiat tersebut seakan jadi senjata pamungkas Tan Malaka. Mengantungi testamen itu, ia leluasa menggalang massa di Jawa, kendati tetap menggunakan nama Iljas Hussein.
Rekan seperjuangan jadi musuh dalam selimut

Bulan-bulan selanjutnya Tan Malaka mulai menunjukkan sifat progresifnya. Di sebuah rapat terbuka pada 4 Januari 1946, Iljas Hussein membuka jati diri sebenarnya. Ia melansir slogan ‘100% Merdeka’ dan membentuk barisan kiri Persatuan Perjuangan. Selain kemerdekaan Indonesia sepenuhnya, Malaka berencana 'menganeksasi' seluruh pabrik dan perusahaan Belanda.
Ia sangat antipati dengan sikap Soekarno dan Hatta terkait perundingan dengan Belanda. Konsep taktik gerilya sudah dirancangnya. Klimaks perjalanan karir politiknya dicapai di tahun 1946 dengan didirikannya front kiri Persatuan Perjuangan. Hanya saja, ambisinya dapat dibendung oleh Soekarno.
Sepintas, Tan Malaka dengan partainya ada di pucuk pimpinan revolusi. Sjahrir mengundurkan diri pada 23 Januari 1946. Soekarno dan Hatta disudutkan dan tak punya alternatif lain. PKI mendukung langkah diplomatis Sjahrir. PKI sudah muak dengan Tan Malaka dan menganggapnya sosok komunis berbahaya.
Soekarno dan Hatta pun mendukung Sjahrir dan memerintahkan untuk membentuk kabinet baru. Prioritas program kerja kabinet Sjahrir adalah menumpas oposisi. Tan Malaka ditangkap pada 17 Maret 1946 dan dijebloskan ke penjara selama 2,5 tahun. Pamornya drastis pudar dan perannya di panggung politik sirna.



Walaupun Tan Malaka cakap berpidato, ia jarang tampil di depan publik. Jabatan menteri dan pimpinan partai ditolaknya hingga dua kali. Kritiknya yang pedas terhadap TNI juga seringkali menyebabkan ia harus bersitegang dengan Jenderal Sudirman. “Tan Malaka menyia-nyiakan kesempatan untuk duduk di pusat kekuasaan politik. Perjalanan hidupnya seperti terkoyak,” jelas Poeze.
Ia menjabarkan secara mendetail Peristiwa 3 Juli 1946, penculikan Sjahrir oleh sisa-sisa anggota Persatuan Perjuangan dan pemberontakan Madiun. Poeze menyimpulkan, Tan Malaka bukan otak di balik rangkaian insiden tersebut. “Uni Soviet berganti ideologi semasa Perang Dingin dan menekankan anti kapitalisme. PKI dipaksa membatalkan Perjanjian Renville dan Linggadjati. Padahal, ketua PKI Amir Sjarifuddin sudah menandatangani perjanjian itu,” jelas Poeze.
Latar belakangnya sebagai seorang pendidik banyak mempengaruhi jalan hidupnya. Seorang guru berkewajiban memberi pengarahan dan bukan tampil berlebihan,” lanjut Poeze. Menurutnya, Tan Malaka seperti ‘terlewat oleh sejarah’. Soekarno, Hatta dan Perdana Menteri Sjahrir waktu itu menganggap Tan Malaka sudah membahayakan dan surat penahanan dikeluarkan di pertengahan Maret 1946.
Dua setengah tahun kemudian, 15 September 1948, Tan Malaka dibebaskan. Ia bertekad membentuk gerakan ‘tandingan’ PKI atau semacam diktatur proletariat. Ia mendirikan Partai Murba (Musyawarah Masyarakat Banyak). Pemberontakan PKI di Madiun di penghujung 1948 – seperti di tahun 1926 – dapat digagalkan.
Poeze menegaskan, berdasarkan bukti akurat, bahwa kudeta PKI di Madiun dimotori oleh pemimpin tertinggi di organisasi tersebut dan bukan bersifat lokal atau sekedar provokasi. “Sulit diperdebatkan obyektivitasnya. Sebagian menyebut Moeso diperintah oleh Moskwa, ada pula yang bersikeras adu domba di tubuh partai,” paparnya.
Sewaktu Agresi Militer II berlangsung, Tan Malaka dilindungi oleh seorang war-lord dan mengungsi ke Jawa Timur. Megaloman Tan Malaka bahkan memproklamirkan diri sebagai Presiden Indonesia dan bukan bekas tahanan politik Soekarno.

Hanya riak di lautan revolusi Indonesia

Tan Malaka tak dapat terlalu lama menikmati kebebasannya. Tahun 1948, sewaktu Belanda disibukkan dengan Agresi Militer II, ia bergabung dengan kelompok gerilya di Jawa Timur di bawah pimpinan Sabarudin. Sabarudin dan tentaranya sepaham dengan ide komunis Tan Malaka dan menyulut konflik dengan TNI.
Apalagi, Tan Malaka menyebarkan pamflet yang mendiskreditkan TNI sebagai bagian pemerintah. Ia terpaksa makin sering sembunyi dan kehilangan orang yang harus melindunginya. Tan Malaka akhirnya ditangkap di Desa Selopanggung, Kediri, pada 21 Februari 1949.
Peleton TNI yang menangkapnya waktu itu berada di bawah pimpinan Letnan Dua Sukoco. Poeze menulis, “Sukoco tidak punya banyak waktu dan harus cepat mengambil keputusan. Ia memerintahkan Suradi Tekebek untuk mengeksekusi Tan Malaka. Ia dikubur oleh warga setempat dengan nisan tanpa nama.
Perjuangan Tan Malaka seakan berakhir tanpa gaung. Presiden Soekarno memberi status Pahlawan Nasional baginya di tahun 1963 dan Presiden Soeharto mencabut gelar tersebut. Usaha Poeze untuk menulis biografi Tan Malaka sepertinya membuahkan hasil positif, terutama di kalangan mahasiswa Tan Malaka kembali jadi hot-item di Indonesia. Kementerian Sosial pun sempat meneliti kembali di mana ia dikuburkan. Bahkan, 2009 lalu ‘makam’ Tan Malaka dibongkar untuk penyelidikan forensik.
Kendati demikian, banyak yang menyebut tulisan Poeze wishful-thinking di Belanda. Harry Poeze adalah peneliti dan bukan penulis sejarah. Bukunya bukan bacaan, melainkan rujukan riwayat hidup seseorang. Ia mengumpulkan ratusan fakta, peristiwa, pamflet, majalah, koran, nara sumber asing dan kutipan panjang di catatan kaki. Karyanya dibilang petite-histoire atau hanya noktah sejarah yang membahas sosok marginal di Indonesia.
Awal 2007 silam, Harry Poeze di Jakarta menyatakan 99,99% tahu pasti tempat peristirahatan terakhir Tan Malaka. Bagaimana jika ternyata kebenaran ada di 0,01% sisanya? Poeze hanya tersenyum penuh arti.



>>Sumber: Harian Noordhollands Dagblad “Monument voor Tan Malaka” (08-09-2007) dan majalah Historisch Nieuwsblad “Een kosmopolitisch revolutionair” (Oktober 2007)<<

Antara Tram, Pelecehan Seksual dan Musik Dangdut!

The Ponies - Belanda & Jakarta
Antara Belanda dan Jakarta, adakah perbedaan suka dan duka sebagai perempuan saat menggunakan fasilitas kendaraan umum? Bagi yang mendapatkan fasilitas antar jemput dari kantor atau menggunakan kendaraan pribadi, tentu berbeda permasalahannya dengan yang harus jungkir balik mengejar tram, bus, angkot, metromini, kopaja, busway atau berbagai kendaraan umum lainnya. Berikut adalah kisah Lala dan Natya, pemilik wajah-wajah manis dengan rambut berponi, yang tiap pagi dengan penuh semangat melatih kekuatan betis mengejar kendaraan umum. Sedikit sukanya lebih banyak dukanya, tapi tetap harus dijalani demi penghematan, karena murah meriah sampai ke tempat tujuan. Semoga bisa memberikan gambaran dan membantu memompa semangat para pejuangwati dalam mengejar kendaraan umum sampai ke tujuan masing-masing. Tariiiiiiik, Bang!

Tram dan Bus
Lala – Eropa





Saya merasa beruntung bisa tinggal di Eropa, karena disini alat transportasi begitu mudah didapat. Pada umumnya alat transportasi di Eropa adalah Train, Metro dan Bus. Kebetulan saya terdampar sementara di Belanda yang alat transportasinya menggunakan Train (biasa untuk perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri), sedangkan untuk transportasi di dalam kota  menggunakan Tram dan Bus. Ada juga Metro,  tapi tidak di semua tempat.
Hampir setiap hari saya menggunakan Tram dan Bus untuk melakukan aktifitas saya. Untuk lebih murah dan mudahnya saya abonnement saja. Kalau hanya tinggal sementara disini atau jarang menggunakan Tram dan Bus, bisa membeli Strippen Kaart atau Chipkaart. Jika kita menggunakan Strippen Kaart,  disediakan sebuah alat kecil dekat pintu masuk untuk stempel per zone. Mungkin dalam waktu dekat ini Strippen Kaart sudah tidak digunakan lagi dan beralih ke Chipkaart. Jika menggunakan Chipkaart cukup menempelkan kartu ini pada alat yang diletakkan di dekat pintu keluar dan masuk, secara otomatis saldo akan terpotong ketika keluar dari Tram atau Bus.

Tram dan Bus disini akan berhenti di tiap halte sesuai dengan rute. Kita bisa melihat jadwal kedatangannya di halte atau cukup mengecek di internet. Jeda waktu kedatangan pada hari kerja berkisar antara 10 menit. Jika hari Sabtu dan minggu bisa sekitar 15 menit. Namun jadwal kedatangannya bisa dipastikan hampir selalu tepat waktu. Tapi tidak ada salahnya jika tiba di halte lebih awal agar tidak ketinggalan.

Keamanan saat menggunakan Bus atau Tram disini cukup bagus, meski saya pernah hampir kehilangan Ipod. Peraturan di dalam Tram dan Bus tidak diperbolehkan memutar musik keras-keras, merokok, makan dan minum, namun tetap saja ada yang nekat melanggarnya. Jika ketahuan oleh security akan kena teguran.  Biasanya ada sekitar 2 sampai 3 orang security yang sering masuk ke Tram atau Bus untuk memeriksa.

Ada juga petugas khusus untuk memeriksa apakah penumpang sudah memiliki Strippen Kaart yang sudah distempel sesuai zone, Chipkaart, atau abonnement. Petugas pemeriksa ini berpakaian hijau sekitar 4-8  orang, namun terkadang mereka tidak menggunakan seragam.

Meskipun sering dikontrol oleh petugas, masih saja ada penumpang yang nekat ingin gratisan. Biasanya mereka duduk atau berdiri di dekat pintu, lalu bersiap-siap untuk turun. Kadang petugas pemeriksa ini mencegat di pintu keluar dan meminta bukti kartu dulu, jika tak punya bukti harus naik lagi dan membayar denda 25 euro ( jumlah yang tidak sedikit menurutku, soalnya bisa dapat lobster separuh wakakaka….).
 



Saat malam hari saya sering menjumpai orang menghisap ganja, baunya benar benar khas dan menyengat, biasanya mereka duduk di belakang. Pernah juga saya dan beberapa teman bertemu dengan pria mabuk yang bersiap membuka celananya ingin pipis di dalam Tram. Teman wanita di sebelahku segera berteriak dan menarik tanganku lari ke depan. Jijik deh, orang itu benar-benar pipis di dalam Tram. Kadang ada juga yang bertengkar di dalam Tram.  Biasanya tram akan berhenti dan polisi akan segera datang untuk mengamankan. Tidak jarang juga beberapa orang suka iseng menggodaku, aku paling benci hal ini.

Kadang sopir Tram dan Bus ada yang baik hati, tapi ada juga yang menyebalkan. Sopir yang baik hati pasti akan menunggu jika melihat kita lari mengejar. Tapi yang nyebelin, sudah kita lari setengah mati, begitu sampai di pintu malah ditinggal kabur!




Inginnya saat summer aku naik sepeda, tapi sepedaku sudah hilang dua kali, jadi malas beli lagi, padahal sudah digembok dua, tapi tetap saja hilang hu hu hu.

Jadi tiap hari saya punya sopir yang siap mengantarku kemana saja, tapi hanya sampai halte terdekat hehehehe…

                                                                             ******************


Dangdut is the Music of My Country!
Natya – Jakarta


Pasti KoKierwan dan Kokierwati sekalian pernah mendengar pepatah : Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota? Ibu kota memang tak ramah, apalagi bagi golongan ekonomi kelas bawah. Sebagai rakyat jelata berjenis kelamin perempuan yang harus pontang-panting mencari nafkah, saya merasakan bagaimana beratnya perjuangan demi sesuap nasi (lebay.com). Banyak kesulitan yang harus dihadapi oleh perempuan pengguna kendaraan umum di Jakarta. Apalagi kendaraan umum yang saya naiki adalah bus non elit yang garing abis, tak ada pemandangan bening untuk cuci mata. Tak ada sekuriti atau petugas pemeriksa seperti di Belanda, yang ada malah preman setempat meminta uang ngetem kepada sopir kendaraan umum.

Berikut adalah pengalaman yang saya alami saat harus bergaya layaknya pelari sprint Olimpiade mengejar kendaraan umum. Semoga bermanfaat!
1. Pelecehan seksual.

Pelaku pelecehan adalah orang-orang yang berpikir bahwa perempuan adalah objek seksual tanpa perasaan. Angkutan umum merupakan salah satu sarana para biadabwan ini dalam melakukan aksinya. Banyak pelaku pelecehan yang sering memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Saat berdesakan mereka akan mencoba meraba atau menggesek. Mereka bisa saja berpura-pura tersandung atau kehilangan keseimbangan dan butuh pegangan yang bisa membuat mereka ‘berdiri’ tegak lagi.

Sebaiknya hindari menggunakan busana kerja yang terlalu terbuka dan seksi. Gaya berbusana adalah hak pribadi, namun banyak lelaki yang tak sependapat. Berhubung lelaki lebih senang menggunakan mata dibanding sel-sel kecil kelabunya, maka jika anda mengenakan busana terbuka pasti akan mengundang pelototan, siulan, dan aneka pelecehan.  Apalagi jika anda adalah perempuan dengan daya tarik seksual yang tinggi, walau mengenakan pakaian tertutup, tidak akan bisa menyamarkan apa yang menonjol keluar.
Sekedar berbagi pengalaman, saya selalu membawa tas besar, tas besar ini bisa disiagakan di depan dada layaknya perisai Aegis milik Dewi Athena, agar tak ada yang bisa merambah kebun pepaya dan melon milik anda. Anda juga tinggal mengibaskan tas anda ke sasaran yang mencoba memepet atau menggesek ke arah anda. Bisa juga membekali diri dengan gulungan majalah atau koran. Jika ada gelagat mencurigakan, tinggal ‘plak’ atau sodok dengan kekuatan melumpuhkan ke arah target. Anda bisa memasang wajah polos jika korban merintih kesakitan atau melotot protes.

Jangan lupa menghindari  gerombolan lelaki yang nongkrong di halte dan seolah mengiler melihat anda. Gelagatnya sudah terlihat dari jauh, kok. Jika mereka memasang wajah mesum  atau menatap anda dengan penuh minat, segera menjauh.

2. Kriminalitas.

Kalau yang ini bisa menimpa siapa saja. Pencopet, penjambret atau penodong, bisa beraksi  kapan saja, dimana saja, dan terhadap siapa saja. Ada yang melakukan aksinya secara berkelompok, ada juga yang bersolo karir. Seorang teman lelaki pernah datang dengan mengenakan sandal superbuluk, ternyata sepatu barunya yang belum genap seminggu dibeli, ditodong dan ditukar dengan sandal jepit milik si penodong, dompetnya malah tak diminta. Sepertinya si penodong hendak pergi kondangan tapi tak punya sepatu!

 Ada juga sekumpulan orang yang menggunakan modus operandi berpura-pura berasal dari panti pijat dan menawarkan pijat kaki gratis. Jika bertemu dengan yang seperti ini sebaiknya anda langsung menghindar, karena yang mereka incar adalah ponsel dan dompet, bukan betis indah anda. Yang penting jangan lupa pesan Bang Napi : waspadalah, waspadalah, waspadalah!

3. Kendaraan tak laik jalan.


Banyak kendaraan umum yang masih berkeliaran dan mengangkut penumpang padahal sudah saatnya pensiun. Malah ada kendaraan yang sudah uzur dan tak terawat yang memuntahkan asap tebal hitam yang menganggu pemandangan dan  pernapasan. Yang ini sudah pasti takkan lolos uji emisi kendaraan bermotor. Papan display ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) banyak yang tidak berfungsi, hingga anda takkan tahu berapa besar kadar karbon monoksida yang menyerbu paru-paru anda.




4. Mengangkut dan menurunkan penumpang di sembarang tempat.


Ada beberapa jenis kendaraan umum di Jakarta yang tak tahu tata tertib. Mereka hanya taat peraturan jika ada polisi di depan hidung mereka. Biasanya mereka mengangkut dan menurunkan penumpang di sembarang tempat, malah kadang di persimpangan jalan. Telinga Pak Sopir seolah-olah tak bisa mendengar, walau kendaraan di belakangnya sudah sibuk membunyikan klakson ditambah umpatan dan caci maki.

Beberapa jenis bus juga gemar ngetem selama mungkin hingga kita nyaris terlambat tiba di tempat tujuan. Kadang jika sepi, mereka seenaknya memindahkan penumpang ke bus lainnya. Belum lagi cara mengemudi yang ugal-ugalan tak mengindahkan keselamatan penumpang.

5. Tak mau benar-benar berhenti.


Pak Sopir selalu terburu-buru mengejar setoran, sehingga mereka sering mengabaikan keamanan penumpang. Mereka enggan untuk benar-benar menghentikan laju kendaraan saat penumpang akan naik atau turun. Biasakan meloncat turun dengan kaki kiri terlebih dahulu jika anda tak ingin terjengkang dan menjadi bahan tertawaan. Jika anda sedang encok atau pegal linu dan susah meloncat, cukup berteriak : Wanita hamil! Dijamin kendaraan umum akan berhenti walau sejenak, ahahaha.

6. Sempitnya ruang gerak.

Pekikan favorit para kondektur adalah : geser terus, masuk dalam, rapat tengah, jangan di pinggir! Hihihi. Pada jam-jam sibuk di jalur strategis, kepadatan dalam bus kota bisa melebihi kepadatan ikan sarden dalam kaleng. Bisa duduk adalah satu kemewahan yang patut disyukuri.  Kadang untuk berdiri saja harus berebut tempat pijakan. Kemiringan bus kota bisa jadi lebih miring dari Menara Pisa. Jadi anda harus pandai-pandai mengerut dan meliukkan badan, memperkokoh posisi kuda-kuda saat berdiri, sekaligus melindungi kebun buah anda.
7. Pengemis, pengamen dan pedagang asongan.




Meski sudah ada Perda No. 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum) yang melarang pengemis, pengamen, pedagangan asongan, dan pengelap mobil, tapi sepertinya peraturan itu mandul dan tak berfungsi. Jangan heran jika anda masih menemui mereka dimana-mana, terutama pengemis dan pengamen. Berbagai macam cara yang mereka gunakan dalam mengumpulkan dana. Ada ibu-ibu yang menggendong anak balita yang mengundang iba, atau bocah kecil dengan muka memelas dan pakaian kumal, aah...

Sebenarnya cukup banyak pemusik jalanan yang bersuara indah dan multi talenta, mereka bisa bernyanyi sambil bermain gitar, gendang, kecrekan dari tutup botol, hingga hanya tepukan tangan. Namun ada juga yang suaranya tak beda jauh dengan deruman mesin bajaj. Jika anda berhadapan dengan penyanyi jenis kedua, silahkan menutup kuping anda. Masih untung jika hanya pengamen bersuara cempreng yang meminta uang sukarela, ada juga yang sebelum bernyanyi memberikan prolog seperti ini : “Ibu-ibu, Bapak-bapak, Aa, Teteh, dan Saudara-saudara sekalian, saya baru keluar dari penjara seminggu yang lalu. Daripada saya merampok atau menyilet tas anda, lebih baik berikan sumbangan sukarela!” Nah lo …. Setelah itu mereka bernyanyi, lebih tepat melolong, dengan suara parau seperti tengah radang tenggorokan.

8. Perubahan selera musik.


Project Pop benar 99,99% saat menyanyikan lagu ‘Dangdut is the Music of My Country’. Tak peduli apapun selera musik anda, bisa dipastikan telinga anda akan ‘diperkosa’ oleh dangdut koplo atau lagu daerah dalam kendaraan umum. Tergantung selera Pak Sopir sih, lagu daerah juga sering dinyanyikan dalam versi dangdut. Lagu pop atau rock yang lagi tren dijamin cengkoknya akan menjadi dangdut jika dinyanyikan oleh para pemusik jalanan yang kreatif.
Banyak orang memandang rendah musik dangdut karena kesederhanaan melodi dan syair-syairnya yang ‘nakal’ serta lekat dengan kaum menengah ke bawah. Tapi belajar dari pengalaman beberapa rekan KoKier yang berada di luar negeri, mereka justru  makin cinta dan sering merindukan musik Indonesia saat jauh dari negeri sendiri. Jadi saya nikmati saja. Bagaimana tak terngiang-ngiang di kepala, jika tiap pagi dan sore hanya jenis musik ini yang dijejalkan di telinga!
9. Perubahan aroma tubuh dan penampilan.

Mau secantik dan seanggun apapun penampilan anda, jika diuyel-uyel dalam kendaraan tanpa AC dan berebut tempat pijakan layaknya ayam broiler di peternakan KFC, pasti akan terlihat dampaknya. Wajah anda saat baru naik kendaraan umum pasti berbeda dengan saat anda keluar, tak seperti jika naik mobil pribadi. Rambut yang sudah tersisir rapi bisa mencuat ke segala arah terkena hembusan angin kencang.

Tak peduli sedahsyat apapun wangi parfum yang anda gunakan, siap-siap untuk berbau campur aduk. Bagi yang rajin mencarter ojek, bau matahari dan asap bercampur keringat Bang Ojek, pasti merasuk ke dalam kalbu. Jika naik Kopaja jalur strategis pada jam sibuk, walau Chanel-nya Lala sekalipun akan bercampur dengan bau prengus, hihihi.

10. Berbagai macam karakter dan kebiasaan.

Kita bisa belajar mengenai kehidupan dan berbagai macam karakter serta kebiasaan orang lain. Kita belajar mengendalikan emosi saat harus bersinggungan dengan keragaman. Ada penumpang yang gemar tidur dan melihat bahu kita layaknya bantal bulu angsa yang nyaman. Ada penumpang yang membawa anak balita yang kadang pipis dan muntah di bus. Ada juga yang membawa banyak barang dan menumpangkan- nya di atas kaki kita tanpa rasa bersalah. Kita jadi belajar bersabar, karena marah-marah sepanjang hari hanya membuang energi saja.

Dari semua hal menjengkelkan di atas, ada juga manfaat yang bisa saya petik. Saat melihat orang lain (terutama anak-anak) harus berkeliaran dan mencari nafkah di jalan, saya jadi malu jika masih mengeluhkan apa yang saya miliki sekarang. Walau sebanyak apapun masalah dan ketidaknyamanan yang harus dihadapi setiap hari, Tuhan memberikan kesehatan dan pekerjaan. Hmm, bagi saya itu adalah berkat yang tak terkira.
SMANGAT!!!

Pemerkosa Binatang, Bagaimana Pertanggungjawabannya?

Ryu & Yuka-chan no mama - Jepang


Ada satu berita yang cukup menggelitik dan bikin saya berpikir keras. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban para pemerkosa binatang? Memang di dunia ini, apapun bisa terjadi. Mulai dari balita hingga nenek pun bisa terkena kasus pemerkosaan. Begitu juga ada pelaku pemerkosaan guru wanita terhadap murid laki-lakinya, dan masih ada banyak lagi kasus pemerkosaan.

Akan tetapi bagaimana seandainya yang menjadi korban pemerkosaan adalah binatang? Sungguh saya bingung untuk mencari pemecahannya, pasti hakim pun akan bingung tujuh keliling untuk memutuskan kasus unik seperti ini.

Kasus ini terjadi pada tanggal 2 Maret 2010 di wilayah pinggiran kota Mbucuta, Mozambik dimana 2 pemuda tertangkap basah oleh polisi sedang melakukan aksi memperkosa. KoKiers, korban perkosaan ini adalah seekor kambing betina. Sungguh malang memang nasib kambing betina ini menjadi korban kebrutalan nafsu bejat kedua pemuda. Apakah kambing betina ini menikmati perlakuan seksual dari kedua pemuda tersebut atau justru tersiksa lahir batin?




Kejadian ini sungguh unik sekaligus memalukan bagi kedua pelaku pemerkosaan. Polisi setempat menangkap basah kedua pelakunya. Menurut News.com.au, "Salah seorang pemuda ditemukan dalam keadaan telanjang dan sedang memegang kepala kambing yang malang ini. Sedangkan pemuda yang lain sedang melakukan hubungan seks dengan kambing betina tersebut". Ada-ada saja kejadian di dunia ini.

Tentu saja pemilik kambing betina ini meradang sejadi-jadinya mengetahui bahwa kambingnya menjadi korban perkosaan dari kedua pemuda. Bukankah seharusnya yang berhak menjadi "suami" dari kambing betina tentu saja kambing jantan bukan? Begitu juga dengan manusia bukan? Manusia dewasa pria tentu saja pasangannya adalah manusia dewasa wanita bukan? (untuk dunia gay dan lesbian tidak termasuk dalam hitungan pasangan normal).

Pemilik kambing betina yang geram dengan tingkah laku kedua pemuda tersebut akhirnya melayangkan tuntutan resmi untuk kasus pemerkosaan kambing betina miliknya. Menurut jaksa wilayah, Leonides Mapasse, kedua pemuda akan menghadapi tuduhan perlakuan tidak senonoh. KoKiers, saya sungguh tidak habis pikir bagaimana untuk cara pertanggungjawaban atas kasus perkosaan terhadap kambing betina ini.

Pemilik kambing betina inipun menuntut kedua pemuda untuk membayar kerugian sekaligus melakukan tradisi pengganti pernikahan berupa "Lobolo atau lobola". Tradisi ini melakukan pembayaran sejumlah uang untuk tindakan perkosaan yang telah dilakukan oleh kedua pemuda ini. Sedangkan kutipan Wikipedia,

Lobolo or Lobola (Mahadi inSesotho; sometimes translated asbride price) is a traditional Southern African custom whereby the man pays the family of his fiancée for her hand in marriage (Compare with the European dowry custom where the woman brings assets[citation needed]). The custom is aimed at bringing the two families together, fostering mutual respect, and indicating that the man is capable of supporting his wife financially and emotionally.

KoKiers, hubungan sexual manusia dengan binatang ini merupakan penyimpangan dan kelainan sex yang biasa disebut bestially (bestialiti). Biasanya binatang yang jadi patner sexual antara lain, kuda, anjing, babi, kerbau, kambing, sapi, ayam, kucing dan lain-lain. Memang susah menghadapi orang yang mempunyai kelainan sexual dengan bintang.

Sejatinya memang manusia dewasa pria melakukan hubungan sexual dengan manusia dewasa wanita. Ini yang normal, kalau sudah ada isteri, tidak masalah bukan? Kalau tidak ada isteri, bagaimana pelampiasan sexualnya? Kalau yang punya uang mungkin bisa dengan gampangnya bayar pekerja sex, asal nafsu sex terlampiaskan. Atau kalau sudah mendesak tapi tidak ada isteri, terpaksa onani dengan berfantasi sex. Kalau yang nekat dan tidak bisa menahan nafsu sexual alias memang dasarnya akhlaknya bejat mungkin akan mencari mangsa buat diperkosa. Ujung- ujungnya berurusan dengan pihak berwajib karena memperkosa.

Urusan seksual memang serba ribet. Bagaimana kalau saat birahi memuncak ternyata tidak ada wanita , terjadilah pemerkosaan terhadap binatang. Kalau sekali melakukan hubungan sexual dengan binatang (bestialiti) ternyata menimbulkan kepuasan maka sejak itulah pelaku akan semakin keranjingan untuk melakukan hubungan sexual dengan binatang bukan?

Menurut Susan Noelen Hoeksema dalam bukunya Abnormal Psychology, lebih dari 90 persen penderita paraphilia (termasuk bestialiti) adalah PRIA. Penyalahgunaan obat dan alkohol ditemukan sangat umum terjadi pada penderita paraphilia. Obat -obatan tertentu tampaknya memungkinkan penderita paraphilia (termasuk bestialiti) untuk melepaskan fantasi sexnya tanpa hambatan dari kesadaran ( sumber : kompas.com )

Ada juga pendapat bahwa bestialiti merupakan hasil pengkondisian klasik. Misalnya, seorang remaja laki-laki yang sedang melakukan kegiatan masturbasi dan kebetulan di dinding kamar terdapat gambar berupa kuda atau anjing atau kambing. Pada saat itulah mungkin terbesit naluri, "Bagaimana seandainya memadu cinta dengan binatang tersebut?" Akibatnya si pemuda menjadi semakin bergairah untuk melakukan fantasi sexnya dengan binatang, ujung-ujungnya seperti kejadian 2 pemuda yang melakukan pemerkosaan terhadap kambing betina bukan?

KoKiers, yang masih menjadi pertanyaan yang menganjal buat saya, bagaimana bentuk pertanggungjawaban untuk pemerkosa binatang? Misalnya, sebuah peternakan kuda/sapi, ternyata ada salah satu karyawan atau penduduk sekitar tertangkap basah sedang melakukan hubungan sexual dengan kuda/sapi? Ini adalah sesuatu yang nyata yang mungkin bisa saja terjadi. Saya membayangkan pastinya si pemilik binatang tersebut meradang dan marah mengetahui binatangnya jadi korban pemerkosaan bukan? Kalau sudah marah dan melayangkan tuntutan/gugatan ke ranah hukum, bagaimana dengan cara pemecahannya? Adakah ide untuk memutuskan hukuman yang pantas buat pemerkosa binatang?

Mungkin terlalu berlebihan pertanyaan saya. Akan tetapi setelah membaca artikel salah satu situs mengenai pemerkosaan terhadap kambing betina, saya tetap tidak bisa menemukan jawaban yang terbaik, apa bentuk per- tanggungjawab- an buat pemerkosa binatang. Apakah harus dipenjara? Bayar ganti rugi (iya, kalau ada uang. Kalau tidak berarti masuk penjara bukan?) Ataukah harus menikahi binatang tersebut sebagai pasangan hidupnya? Membayangkan pernikahan antara binatang dan manusia, rasanya juga tidak benar bukan? Walaupun korban perkosaan adalah binatang, akan tetapi binatang juga makhluk hidup bukan? Kalau binatang bisa bicara dalam bahasa manusia, mungkin bisa didengar pendapatnya sebagai korban perkosaan bukan?

Akhir kata, semoga artikel ini bisa jadi bahan diskusi buat KoKiers. Saya sungguh ingin tahu bentuk pertanggungjawaban para pelaku pemerkosaan terhadap binatang.

Terimakasih buat yang telah membaca dan menuliskan komentar. Jangan lupa, bantu saya untuk menjawab pertanyaan, "Bagaimana bentuk pertanggungjawaban buat pemerkosa binatang".

Salam hangat dari Jepang,
Ryu & Yuka-chan no mama