Jumat, Oktober 02, 2009

Wawancara

Pernyataan Kapolri Soal KPK Kontraproduktif 

Berita Dunia,Jakarta - Pernyataan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri ramai-ramai dibantah oleh Antasari Azhar, Ary Muladi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Kapolri dinilai melontarkan kalimat yang memperlemah citra kepolisian.

Berikut petikan wawancara Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Tirta Nugraha Mursitama dengan detikcom, Senin (28/9/2009):

Bibit, Chandra, Ary Muladi dan Antasari Azhar telah menyangkal omongan Kapolri. Kapolri diduga tak memiliki informasi valid. Menurut Anda bagaimana?

Saya kira ini bentuk dari upaya-upaya polisi mencari alasan-alasan untuk mentersangkakan Chandra dan Bibit. Saya kira apabila polisi gagal membuktikan atau mencari alasan citra polisi dipertanyakan. Saya yakin korps polisi akan terciderai akan tindakan oknum kepolisian.

Kita lihat kerja Densus 88 sudah baik. Ada yang tidak rela polisi seperti itu. Ini persoalan korps kepolisian dengan oknum yang memanfaatkan. Ini permainan individu atau korps, persoalan individu tapi membawa bumerang bagi korps.

Apakah kasus yang dijeratkan polisi pada KPK terlalu memaksa?

Ya saya kira terlalu memaksa dan mengada-ada, kriminalisasi KPK tidak mengakar masalah. Teman-teman KPK kini sedang melakukan petisi. Ini yang harus didorong. Kalau ini tidak betul, saya yakin banyak polisi yang baik dan profesional melihat ini melenceng.

Bagaimana dengan desakan agar Kapolri dicopot karena memberikan keterangan yang simpang siur dalam kasus KPK ini?

Kapolri pemimpin Polri yang paling tinggi. Semua orang menunggu apa yang dikatakannya. Kalau yang dikatakan tidak bisa dipegang, perlu dipertimbangkan oleh Presiden untuk mengganti. Kalau indikasi kesalahan berulang justru memperlemah korps polisi sendiri, kontraporoduktif dengan citra polisi yang sekarang.

Bagaimana dengan desakan mundur/nonaktif pada Kabareskrim Komjen Susno Duadji (SD)?

Saya kira itu juga untuk menghindari konflik internal. Saya kira penonakifan SD sudah waktunya sehingga dengan penonaktifan itu kita lihat apakah KPK akan memanggil SD supaya prosesnya lebih fair. Teman-teman KPK khawatir jika ingin membebeberkan kebenaran, kebenaran bisa tidak bisa ditegakkan. Ada oknum berlindung di balik kepolisian. Saya setuju kalau mau buktikan, SD dinonaktifkan, diproses, dipanggil. KPK harus berani memanggil SD.

SBY harus berperan seperti apa?

Pak SBY harus melihat ini secara jernih, akarnya bukan mengganti plt, akarnya sangkaan polisi tentang kriminalisasi kewenangan KPK harus diluruskan dulu.

Munculnya Perpu tidak semata-mata menaruh 3 orang, Presiden harus berani melihat secara jernih akar permasalahan KPK dan Polri. Untuk lebih jernih, SD dinonaktifkan.

Untuk melihat ke sana harus melihat lebih komprehensif. Dengan membiarkan saja itu sudah merestui. Kalau KPK institusi benar, jangan dikerdilkan. Ini satu peluang, momentum strategis SBY untuk memperkuat leadership domestik dan internasional. Sepulang dari luar negeri SBY harus menyelesaikan masalah ini.

Banyak tokoh antikorupsi menolak jadi plt pimpinan KPK karena khawatir dikriminalisasi. Kalau banyak orang kredibel yang nolak, bagaimana?

Saya kira intinya kalau mau jadi plt tapi hanya didudukkan sebagai boneka, akan terjadi kriminalisasi kewenangan. Untuk apa di situ sekalipun yang masuk Teten Masduki atau Todung Mulya Lubis.

Misalnya ada siapa yang bersinggungan dengan koruptor mana dengan pengusaha, mereka langsung dipetieskan, mana mau mereka. Tapi kalau ada jaminan, itu momentum yang baik.

Kalau Presiden cerdik yang menjadi plt didengar sarannya. Jika tidak disetir, saya kira mereka mau menjadi plt. (detik.com)

Tidak ada komentar: